Mohon tunggu...
Bameswara
Bameswara Mohon Tunggu... Arsitek - Nativus

Dari semua hal-hal yang ada di dunia ini, sesuatu yang paling saya sukai adalah buku. Sesuatu yang paling sering dipelajari adalah Sains dan Teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sampah Teknologi Bisa Hancurkan Demokrasi

5 Agustus 2021   18:38 Diperbarui: 5 Agustus 2021   18:55 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan Teknologi telah mempengaruhi banyak sektor kehidupan manusia, mulai dari dari sektor pendidikan, sektor budaya, serta sektor ekonomi, bahkan sektor yang selalu membuat tegang yaitu sektor politik.

Kecepatan masyarakat dalam mencari atau menyebarkan informasi yang beredar berlalu lalang bagaikan sebuah lapak degangan yang dipromosikan dengan sedemikian rupa untuk menarik minat audience dengan berbagai cara bahkan sampai membuat sesuatu yang tidak seharusnya yakni berita bohong (Hoaks).

Pada dasarnya mereka membuat sesuatu hal tersebut tujuanya untuk mencari popularitas dan ketenaran yang dianggap menguntungkan bagi mereka bahkan bagi golongannya. Sedangkan fakta-fakta kebenaran ditutupi oleh sebagian orang yang sengaja disuruh untuk memanipulasi kebenaran itu dengan sebuah gerakan yang seolah-olah kebenaran itu tidak terjadi, dan tetap dalam kondisi yang baik-baik saja padahal pada kenyataanya sesuatu hal tersbut memang sedang tidak baik-baik saja.

Bangsa Indonesia pada kenyataannya sekarang kita sedang mengalami sesuatu yang memang tidak baik-baik saja, ditengah pandemi yang kian hari tiada henti, rakyat bahkan sudah hampir pasrah dengan pandemi ini, rakyat bahkan sudah banyak terkena dampak secara ekonomi dari pandemi ini, bukan hanya secara fisik dan mental.

Dan ketika rakyat ingin bersuara tentang sebuah kebijakan yang perlu dipertanyaan, yang menjadi suatu pertanyaan publik dimana sesuatu itu sudah dipublikasikan di depan umum sebagai suatu langkah kebijakan pihak otoritas dalam menggunakan suatu Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN), di tengah-tengah rakyat Indonesia  yang sedang menghadapi masa-masa sulit saat pandemi yang belum juga redah di Negeri ini. Maka seharusnya itu sudah menjadi sesuatu hak rakyat di dalam negara demokrasi, karena lembaga apapun di negara demokrasi itu harus mengdepankan mufakat bersama sebagai azaz kebangsaan yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai suatu yang berorientasi pada seluruh warga Negara, bukan pada kelompok atau golongan semata.

Namun, sampah teknologi selalu saja berusaha untuk mengebiri suara rakyat, selalu saja berupaya untuk memadamkan suara aspirasi rakyat, selalu saja memagari aspirasi-aspirasi rakyat untuk berkembang ke arah demokrasi yang berkeadilan, sampah teknologi itu adalah sampah yang dimonopoli untuk menutupi keburukan-keburukan atau memanipulasi kekeliruan yang meraka anggap sebagai musuh adalah yang tidak sesuai dengan paradigma pandangan pemahaman pemikiran primitif mereka terhadap demokrasi.

Padahal mereka itu sampah teknologi hidup dalam negara yang berazaskan demokrasi, sebagaimana yang tertuang dalam andemen perundang-undangan Negara Rapublik Indonesia, bahwa Negara Rapublik Indonesia itu menggunakan sistem demokrasi yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.

Sampah teknologi itu sering netizen di negara Indonesia menyebutnya sebagai BuzzerRp, BuzzerRp itu bagian dari pada kumpulan sekelompok orang yang diarahkan untuk memonopoli sebuah berita yang seolah-olah menguntungkan bagi mereka yang menggunakan jasanya, dan pada faktanya ada sebagian dari mereka itu memang bertugas sebagai bagian dari manipulator ulung yang dibayar untuk kepentingan siapa yang membayarnya.

Padahal sebagian besar rakyat di Negara yang demokratis itu berhak mengeluarkan aspirasinya, mengemukakan pendapatnya, mempertanyakan kebijakan yang diambil, serta mengadukan persoalan-persoalan yang meraka alami kepada pemegang otoritas, dan hal itu bukan bagian dari pada aib demokrasi yang harus ditutup-tutupi justru bisa jadi itu sebagai sesuatu yang dapat membangun suatu kebijakan apapun nantinya ke arah demokrasi yang berkeadilan.

Sebagai Rakyat tentunya kita semua mengharapkan sebuah demokrasi yang berkeadilan sebagaimana yang tertuang dalam sila ke-5 pancasila yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, baik itu penguasa, baik itu rakyat biasa, baik itu buruh tani, baik itu pegawai pemerintah, baik itu pegawai swasta berhak mendapatkan keadilan yang merata, tidak terkecuali.

Bukan hanya pada sila ke-5 Pancasila, bahkan pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sebagai suatu hukum tertinggi di negeri ini, itu menyebutkan suatu kata kemardekaan pada semua bangsa, termasuk di dalamnya merdeka dalam mengeluarkan aspirasi atau pendapat yang dirasa perlu dipertanyakan.

Seharusnya sebagai suatu kebijakan yang berkeadilan tidak mengarahkan sampah-sampah teknologi untuk memagari, atau menghalang-halangi aspirasi rakyat yang sesungguhnya, sebab sebagai besar rakyat juga tentu tidak menginginkan yang namanya berita bohong, berita palsu, berita hoaks, berita sampah yang telah banyak beredar di media sosial seharusnya sebagai langkah yang bijak yakni dengan cara menanggapi pertanyaan-pertanyaan publik dengan sebuah klarisifikasi yang dapat memberikan wawasan yang membangun pada suatu demokrasi yang berkeadilan.

Contohnya misalnya , ''Telah beredar suatu berita tentang pengecatan ulang pesawat presiden dengan menghabiskan dana sebesar 1,4M, sedangkan disisi lain Rakyat Indonesia sedang menjalankan sebuah kebijakan PPKM" gunamencegah penyebaran pandemi covid-19 yang belum juga usai. Rakyat telah banyak yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam menghadapi wabah ini, kasus pada tanggal 4 Agustus 2021 kemarin bahkan menunjukan angka peningkatan, di hari ini tanggal 5 Agustus 2021 Alhamdulillah menunjukan angka penurunan yang bisa menunjukan pada sesuatu yang baik bahwa kita optimis bisa terlepas dari persoalan wabah ini.

Lalu disaat-saat Rakyat sedang berjuang untuk terbebas dari kata orang jawa 'panggeblug' atau wabah penyakit menular seperti covid-19, yang seharusnya diberikan dukungan secara moril maupun meteril, malah mendengar kabar berita yang menunjukan kalau ada pengecatan ulang pesawat menghabiskan biaya sebesar 1,4 Miliyar, tentu rakyat bertnaya-tanya 'Masa sih cuma ngecat ulang saja menghabiskan dana sebesar 1,4 Miliyar'.

Pertanyaan-pertanyaan itulah yang seharusnya diklarifikasi bukan ketika ada warga negara yang menanyakan tentang sesuatu hal tersebut malah terkesan menjadi objek sekeptisme sampah-sampah teknologi bernama BuzzerRp, sungguh miris sebenarnya ketika suatu negara demokrasi yang sudah menerapkan pembangunan melalui perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat lalu mengebiri suara Rakyat dengan menmonopoli BuzzerRp sebagai benteng  sumber manifulator dari suatu kebijakan pemerintah.

Justru malah memberikan presfektif dualisme pandangan pada masyarakat di satu sisi ada yang berpandangan bahwa kebijakan itu wajar-wajar saja, dan dilain sisi ada yang berpandangan bahwa kebijakan itu kurang susai diterapkan. Maka jika tidak adanya klarisifikasi tersebut hanya akan memberikan pandangan, bahkan permasalahan yang pada akhirnya tidak memberikan kepuasan publik, tersebab tidak adanya klarifikasi. Disadari atau tidak ternyata yang menghambat terhentinya sebuah klarisifkasi tersebut adalah sampah teknologi yang bisa hancurkan demokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun