Mohon tunggu...
Bameswara
Bameswara Mohon Tunggu... Arsitek - Nativus

Dari semua hal-hal yang ada di dunia ini, sesuatu yang paling saya sukai adalah buku. Sesuatu yang paling sering dipelajari adalah Sains dan Teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sampah Teknologi Bisa Hancurkan Demokrasi

5 Agustus 2021   18:38 Diperbarui: 5 Agustus 2021   18:55 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi dari dictio.id

Seharusnya sebagai suatu kebijakan yang berkeadilan tidak mengarahkan sampah-sampah teknologi untuk memagari, atau menghalang-halangi aspirasi rakyat yang sesungguhnya, sebab sebagai besar rakyat juga tentu tidak menginginkan yang namanya berita bohong, berita palsu, berita hoaks, berita sampah yang telah banyak beredar di media sosial seharusnya sebagai langkah yang bijak yakni dengan cara menanggapi pertanyaan-pertanyaan publik dengan sebuah klarisifikasi yang dapat memberikan wawasan yang membangun pada suatu demokrasi yang berkeadilan.

Contohnya misalnya , ''Telah beredar suatu berita tentang pengecatan ulang pesawat presiden dengan menghabiskan dana sebesar 1,4M, sedangkan disisi lain Rakyat Indonesia sedang menjalankan sebuah kebijakan PPKM" gunamencegah penyebaran pandemi covid-19 yang belum juga usai. Rakyat telah banyak yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam menghadapi wabah ini, kasus pada tanggal 4 Agustus 2021 kemarin bahkan menunjukan angka peningkatan, di hari ini tanggal 5 Agustus 2021 Alhamdulillah menunjukan angka penurunan yang bisa menunjukan pada sesuatu yang baik bahwa kita optimis bisa terlepas dari persoalan wabah ini.

Lalu disaat-saat Rakyat sedang berjuang untuk terbebas dari kata orang jawa 'panggeblug' atau wabah penyakit menular seperti covid-19, yang seharusnya diberikan dukungan secara moril maupun meteril, malah mendengar kabar berita yang menunjukan kalau ada pengecatan ulang pesawat menghabiskan biaya sebesar 1,4 Miliyar, tentu rakyat bertnaya-tanya 'Masa sih cuma ngecat ulang saja menghabiskan dana sebesar 1,4 Miliyar'.

Pertanyaan-pertanyaan itulah yang seharusnya diklarifikasi bukan ketika ada warga negara yang menanyakan tentang sesuatu hal tersebut malah terkesan menjadi objek sekeptisme sampah-sampah teknologi bernama BuzzerRp, sungguh miris sebenarnya ketika suatu negara demokrasi yang sudah menerapkan pembangunan melalui perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat lalu mengebiri suara Rakyat dengan menmonopoli BuzzerRp sebagai benteng  sumber manifulator dari suatu kebijakan pemerintah.

Justru malah memberikan presfektif dualisme pandangan pada masyarakat di satu sisi ada yang berpandangan bahwa kebijakan itu wajar-wajar saja, dan dilain sisi ada yang berpandangan bahwa kebijakan itu kurang susai diterapkan. Maka jika tidak adanya klarisifikasi tersebut hanya akan memberikan pandangan, bahkan permasalahan yang pada akhirnya tidak memberikan kepuasan publik, tersebab tidak adanya klarifikasi. Disadari atau tidak ternyata yang menghambat terhentinya sebuah klarisifkasi tersebut adalah sampah teknologi yang bisa hancurkan demokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun