merupakan buah dari kemerdekaan. Tanpa kemerdekaan, mereka-mereka takkan mampu menghasilkan perubahan besar dan takkan bisa menghasilkan karya-karya besar. Tentu saja kemerdekaan ini berwujud dalam sebuah kondisi jiwa dan pikiran yang bebas tidak terbelenggu oleh berbagai nilai dan dogma yang ada. Pikiran yang tidak terbebani oleh rasa takut dan tekanan tirani kekuasaan. Kemerdekaan model ini memang sangat sulit untuk diwujudkan. Nilai, norma, dan keyakinan yang hidup terkadang menjadi penghalang bagi kita untuk menjadi manusia yang merdeka. Seringkali dan bahkan hal-hal tersebut (nilai, norma, dan keyakinan), menjadi penjajah yang bengis dalam jiwa dan pikiran manusia.
Kemerdekaan yang saya maksudkan disini tidak bermaksud mendorong manusia menjadi makhluk yang bebas nilai. Akan tetapi, berusaha mendorong manusia agar lebih memiliki kemapanan dan kemandirian dalam berpikir terhadap diri dan lingkungannya. Tanpa itu manusia tidak akan mampu memandang dunia dan segala bentuk tetek bengeknya secara lebih jernih dan komprehensif untuk menemukan kebenaran.
Dari uraian di atas timbul pertanyaan bagi kita semua, apakah dalam 65 tahun ini sudahkah rakyat Indonesia merdeka sesuai dengan cita-cita yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945? Sudahkah dalam sepanjang umur hidup kita telah menjadi manusia yang benar-benar merdeka? Semua pertanyaan ini layak untuk kita jawab dalam hati masing-masing. Namun, kenyataan yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar rakyat masih belum merdeka sebagai rakyat, dan diri kita juga pun masih belum benar-benar merdeka sebagai manusia.
“Kemerdekaan manusia dimulai dari kemerdekaan berpikirnya...”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H