Cukai BBM tak pelak secara internal menyulut pro kontra. Diretur Pemasaran PT Pertamina Pesero mengusulkan BBM dikenai cukai. Sementara Direktur Utamanya berbeda pikiran, cukai BBM hanya akan memberatkan masyarakat.
Tetapi yang terjadi para penguasa di bidangnya menganggap ringan dan baik-baik saja. Alasannya untuk mendorong pengguna BBM beralih ke BBG.
Hal yang sesungguhnya terjadi, pemerintah lagi puyeng mencari duit Rp 3 trilyun yang terlanjur disodorkan dalam APBN-P 2016. Itulah sebabnya, UU ditabrak dan PP disiasati.
Hukum sebagai rel untuk menjalankan kekuasaan sebenarnya  tidak bisa ditafsirkan berdasarkan selera perseorangan. Tetapi di bawah rezim Kabinet Kerja, hukum diterobos dan dimanipulasi. Hukum disiasati berdasar penafsiran mentri yang sedang berkuasa.
Kekeliruan mentri, sepanjang dia tidak mengakui dan bahkan mencari alasan pembenar, sepenuhnya adalah tanggungjawab Presiden. Karena kebijakan yang diambil dirasakan oleh 250 juta warga.
Di masa Jokowi negara hukum berubah menjadi negara kekuasaan. Penguasa bebas berimprovisasi, meski salah menurut UU, dia tetap bercokol di pos teknis yang didudukinya. Ini sangat berbahaya.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H