Mohon tunggu...
Bambang Wahyu Widayadi
Bambang Wahyu Widayadi Mohon Tunggu... lainnya -

Menulis sejak 1979. di KR, Masa Kini, Suara Merdeka, Sinartani, Horison, Kompasiana, juga pernah menjadi Redpel Mingguan Eksponen Yogyakarta. Saat ini aktif membantu media online sorotgunungkidul.com. Secara rutin menulis juga di Swarawarga. Alumnus IKIP Negeri Yogyakarta sekarang UNY angkatan 1976 FPBS Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pernah mengajar di SMA Negeri 1 Sampit Kota Waringin Timur Kalteng, STM Migas Cepu, SMA Santo Louis Cepu, SPBMA MM Yogyakarta, SMA TRISAKTI Patuk, SMA Bhinakarya Wonosari, SMA Muhammadiyah Wonosari. Pernah menjabat Kabag Pembangunan Desa Putat Kecamatan Patuk. Salam damai dan persaudaraan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kulit Kabel: Bisa Sabotase, Bisa Penerlantaran Aset Negara

6 Maret 2016   10:51 Diperbarui: 6 Maret 2016   11:52 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="12Kulit kabel. Foto Pool detik.com"][/caption] Sampah kulit kabel yang menyumbat gorong-gorong Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, bikin pusing aparat kepolisian. Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol. Tito Karnavian memastikan, kulit kabel itu milik PLN.

 Merasa dituding, PLN mengakui, bahwa pihaknya mimiliki kabel bawah tanah yang dibiarkan menganggur karena rusak. Jaringan kabel yang bobrok itu tidak diangkat. PLN cenderung memilih memasang jaringan baru.

 PLN tidak mengambil jaringan rusak dengan alasan biaya operasional pengangkatan lumayan tinggi. Sementara tidak dipungkiri, bahwa kabel yang ada di bawah tanah itu masih memiliki nilai ekomi. Pihak PLN mengklaim, kabel tersebut  berupa tembaga dan timah.

 Kalau para pemburu barang bekas  tergiur harta karun PLN yang dibiarkan mangkrak di bawah tanah adalah logis.

 Persoalannya menjadi tidak sederhana, karena tidak setiap orang tahu, di titik mana kabel yang rusak itu berada. Kalau toh jaringan kabel yang nganggur itu dimanfaatkan, tembaga dan timah diambil, kulitnya ditinggal kemudian menyumbat gorong-gorong, mendekati masuk di nalar.

 Ketika dugaan  seperti ini diterima, muncul spekulasi berikutnya. Para pemburu tembaga dan timah itu pasti tahu betul, mana jaringan aktif, mana yang nonaktif. Paling tidak, ini akan mengarah pada orang-orang yang paham dapurnya PLN.

 Itu spekulasi pertama. Yang kedua, rasanya patut diamati, apakah di seputar gorong-gorong ada jaringan kabel bawah tanah. Kalau jawabannya positif -ada, berarti para pemburu karun PLN tidak berniat menyumbat gorong-gorong. Mereka secara reflek meninggalkan kulit kabel karena memang tidak mermiliki nilai ekonomi.

 Sebaliknya, kalau seputar gorong gorong tidak ada jaringan kabel PLN yang nganggur, polisi masih harus kerja keras mencari bandit pembuang kulit kabel.

 Tak kalah penting dari sekedar itu, pihak PLN harus terbuka. Artinya, PLN harus membantu polisi menunjukkan lokasi titik jaringan yang nganggur. Manakala jaringan yang dibiarkan itu kondisinya utuh, nah dugaan sabotase menjadi positif.

 Tetapi ketika jaringan kabel bawah tanah yang nganggur banyak yang raib, dan itu yang berlokasi di seputar gorong-gorong, dugaan sabotase menjadi gugur.

 Tetapi bukan berarti tugas polisi mandek. Polri harus mengusut tuntas, karena, harta karun itu terbilang aset negara yang diterlantarkan. PLN harus bertanggungjawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun