[caption caption="Rapur DPR-RI, Foto Kompas.com"][/caption]Masih terngiang di telingaku, syair lagu sederhana yang diajarkan bu guru di bangku sekolah rakyat (SR) tahun 1960-an. Cuplikannya: Amrin membolos, kata bu guru, suka membolos, menyusahkan ibu.
Amrin, merupakan personifikasi murid dekade 60-an, yang sosoknya tidak jelas tetapi secara imajinatif hadir sedemikian kongkrit di pikiran anak-anak SR.
Limapuluh enam tahun kemudian (di 2016), Amrin itu menjelma ke dalam diri Setya Novanto Ketua Fraksi Golkar. Orang seantero Nusantara pun geger sekaligus jengkel. Bermunculan aneka rerasan, mulai dari yang datar hingga nylekit gak enak didengar.
Menjadi anggota DPR itu mirip Prabu Kresna, raja Dwarawati dalam kisah Maha Barata. Raja dengan perawakan cemani alias hitam legam ini memiliki mantram sakti bolo sewu. Dia bisa mengubah dirinya menjadi raksasa super jumbo.
Anggota DPR dalam hal ini Setya Novanto, cuma mirip, karena ada perbedaan mendasar. Kehadirannya di Senayan didukung ratusan ribu orang. Setya Novanto tidak bisa tiwikromo sebagaimana Prabu Kresna, malah dia rawan melupakan dan/atau menyalahgunakan amanat ratusan ribu pendukung yang mendorongnya melaju ke Senayan.
Untuk gambaran 2014, Andi Nursaiful menulis, anggota DPR yang mendapat dukungan tertingi adalah dr. Karolin Margaret Natasha dari PDI-P. Putri Gubernur Kalbar drs. Cornelis MH ini meraup dukungan 397.481 suara.
Tetapi ada pula bahwa duduk di Senayan cukup dengan modal raihan 12.149 suara. Dia, tulis Andi, adalah Neng Eem Marhamah Zulfa (PKB) dari Dapil Jawa Barat III.
Bagimana dengan Setya Novanto? Anggota DPR dari Dapil NTT II, sebagaimana diwartakan poskupang.com meraup suara 77. 045 suara. Sementara Bilangan Pembagi Pemilih (BPP)Â 179.684 suara. Ini artinya Setya Novanto mewakili konstituen sebesar itu.
Menggendong rakyat sebanyak 179.684, Setya Novanto berkali-kali membuat kesalahan. Pertama dia nglencer ke negeri Paman Sam. Setya Novanto mejeng dengan Donal Trump dalam acara jumpa pers. Resiko politiknya sangat fatal. Dia di-MKD-kan.
Kali kedua, Setya Novanto mencatut nama Presiden dan Wakil Preseden dalam kasus papa minta saham, menyebabkan dia terjungkal dari kursi ketua DPR.
Tidak kapok juga, sebagai Ketua Fraksi Golkar seharusnya hadir di paripurna DPR 23 Februari 2016, dia malah mebolos memberatkan kepentingan Golar berada di tanah Kraeng Galengsong, Sulawesi.