Mohon tunggu...
Bambang Wahyu Widayadi
Bambang Wahyu Widayadi Mohon Tunggu... lainnya -

Menulis sejak 1979. di KR, Masa Kini, Suara Merdeka, Sinartani, Horison, Kompasiana, juga pernah menjadi Redpel Mingguan Eksponen Yogyakarta. Saat ini aktif membantu media online sorotgunungkidul.com. Secara rutin menulis juga di Swarawarga. Alumnus IKIP Negeri Yogyakarta sekarang UNY angkatan 1976 FPBS Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pernah mengajar di SMA Negeri 1 Sampit Kota Waringin Timur Kalteng, STM Migas Cepu, SMA Santo Louis Cepu, SPBMA MM Yogyakarta, SMA TRISAKTI Patuk, SMA Bhinakarya Wonosari, SMA Muhammadiyah Wonosari. Pernah menjabat Kabag Pembangunan Desa Putat Kecamatan Patuk. Salam damai dan persaudaraan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Durian Sinta, Durian Orange: Harum & Legit

6 Februari 2014   10:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:06 3086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_310549" align="aligncenter" width="617" caption="Ini dia Durian Sinta. Ft. Bewe"][/caption]

Daging durian, umumnya putih. Tetapiyang satu ini lain. Kulit luar kuning, warna daging‘orange’. Tidak tebal-tebal amat, namun rasanya waouw..... Dan itu hanya ada di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Gunungkidul. Beli di tempat, relatif murah, dibanding yang di tepian jalan. Pengin nyoba nggak?

Durianorange, atau mudahnya orang menyebut duriansinta. Batang pohon rekah, banyak cabang. Dari tanah, buah sinta hanya 1,5 m. Umur 5 tahun, durian jenis ini sudah mulai belajar berbuah. Tidak tanggung, lima tahun pertama per pohon bisa produksi 20 hingga 30 biji.

Hal di atas terungkap ketika saya berbincang dengan Pak Yadi (65), petani durian asal RT 06/02, Dusun Karangsari, Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, di pekarangan miliknya, Kamis 6/2/2014.

[caption id="attachment_310574" align="aligncenter" width="300" caption="Pak Yadi, pemilik kebun durian. Ft Bewe"]

1391657973642792330
1391657973642792330
[/caption]

Pekarangan Yadi tidak luas, pada sertifikat tanah tertulis 9800 meter persegi. Lima belas tahun silam, Yadi tergerak menanam durian dari berbagai jenis: si petruk, si tokong, termasuk sinta. Kebetulan yang disebut belakangan baru usia 7 tahun. Total tanaman Yadi 300 batang.

Tahun 2013, Yadi panen raya. Per batang rata-rata berbuah 100 biji. Artinya, tahun lalu dia sempat panen durian sebanyak 3000, sementara harga per biji, di tempat Rp 10.000,00. Ya ampun, petani durian bisa meraup kocek Rp 30.000.000,00.

Tahun 2014 produksi turun drastis, Alasannya cukup masuk akal karena curah hujan lumayan tinggi, menyebabkan bunga, bahkan buah mudah banyak gugur. Yadi memperkirakan, panen tahun ini tidak akan lebih dari 1.500 biji.

Sayangnya, Yadi tanam durian sinta baru sebatang, padahal produktivitasnya tak kalah dengan durian jenis lain. Batang yang cenderung merekah, banyak cabang, dari tanah buahnya hanya 1,5 meter, membuat dia bersemangat. Setiap pagi dan sore Yadi keliling kebun, mencari durian runtuh.

[caption id="attachment_310575" align="aligncenter" width="558" caption="Alin dan Abi lagi mencicipi duriqn sinta"]

13916592131334870880
13916592131334870880
[/caption]

Iseng, ke Pak Yadi, saya menawar durian sinta Rp 10.000,00 per biji. Tanpa ada beban, dia lepas 3 biji untuk saya bawa pulang. Yes...... rasanya lumayan legit. Cucu saya Abi dan Alin maunya gak berhenti ngulum.

[caption id="" align="aligncenter" width="571" caption="Pohon durian sinta, pendek bercabang banyak. Ft Bewe"]

1391659429228521860
1391659429228521860
[/caption] Tertarik? Tempatnya mudah dijangkau. Yang minat berwisata ke Embung di Puncak Gunung Api Purba, pasti lewat depan rumah Pak Yadi. Dari Kota Yogya, sebelum Jembatan Kalipenthung, belok kiri,ikuti petunjuk jalan yang mengarah ke GAP. Posisi selatan Balai desa Nglanggeran, di kiri jalan, ada rimbun pohon buah durian bergelantungan. Mudah terlihat, karena kebun Pak Yadi lebih rendah ketimbang jalan aspal. Gak perlu ragu, boleh coba, dan silakan mampir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun