[caption id="attachment_314830" align="aligncenter" width="300" caption="Gandung Pardiman: kanan mikrofon, kiri 50 ribuan. Ft. Bewe"][/caption]
Tanggal 25 Februari 2014 lalu, Gandung Pardiman, anggota DPR RI Komisi 5, berulang tahun. Usia Gandung ganjil 61 tahun. Wajah politisi Golkar itu nampak tua. Dikabarkan sebulan lebih dia beristirahat karena penyakit gula. Di Pondok Elabu Bukit Patuk, Gunungkidul, Ahad, 2/3/2014 Gandung menggelar acara kangen-kangenan. Ngobrol akrab dengan warga Kecamatan Patuk, termasuk dengan Mahfud, mantan anggota DPRD II dari PDI.
[caption id="attachment_314831" align="aligncenter" width="300" caption="Gandung pardiman Kangen2an dengan Mahfud"]
Dalam sambutan keakraban, Gandung berusaha menghindar dalam arti tidak bicara soal politik, meski di kanan kiri dia berdiri, terpampang gambarnya di baliho besar dengan seragam kuning-kuning.
Gandung Pardiman mengenakan kemeja putih lengan pendek, bercelana warna gelap. Saat menghantar pertandingan sepak bola bulan Oktober 2013, di tempat yang sama, dia masih berpakaian necis, bersepatu gilap. Hari itu tidak. Gandung hanya bersandal selop, karena tumit sebelahkiri masih bengkak.
“Sebulan lebih saya kena gula Mas,” kata Gandung kepada wartawan. Dia mengaku, kadar gula sempat mencapai angka 600. “Tetapi sekarang sudah lebih enak,” kata Gandung dengan kebal kebul menghisap rokok filter kesukaannya, gudang garam.
Zero alias nol, pidato politik. Di tengah hadirin yang jumlahnya tidak kurang dari 200 orang, Gandung mencoba menyemangati warga agar berpikir kritis dalam porsi pembangunan, sesuai dengan potensi yang dimiliki Gunungkidul.
“Di bidang Pariwisata, kita jangan jadi penonton,” katanya. “Kita punya Bukit Patuk, mengapa tanah di sekitar Hargodumilah sekarang dikuasai orang-orang di luar Gunungkidul. Kita harus menjadi tuan di negeri sendiri. Tata dengan baik, saya dan kawan-kawan akan mendampingi aspirasi dan kemauan saudara,” tepuk tangan pun gemuruh.
Menjelang acara berakhir, Gandung mengingatkan, caleg dari Golkar dilarang melakukan praktik politik uang. “No...... itu kuno. Di Gunungkidul sudah tidak laku. Lain dengan di Kabupaten Sleman.”
Campur Sari Ringkes ‘Narada Intertain’, dengan penyanyi tunggal Zarima, menutup acara kangen-kangenan dengan lantunan lagu cukup beken munajat cinta. Gandung Pardiman berdiri, menghapiri sekitar 10 pengunjung.
Tangan kanan menyodorkan mikrofon, isyarat yang dihampiri harus menyanyi. Tangan kiri merogoh saku, mengeluarkan ‘limapuluh ribuan’ kemudian diserahkan kepada person yang disodori mikrofon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H