Ide itu ada yang bersifat spontan, datang tiba-tiba. Ada juga yang bersifat muncul perlahan karena distimulus. Saya lebih suka menggunakan kata kerja 'menemukan' ide daripada 'mencari' ide.
Ada yang mungkin beranggapan "Lah, kalau tidak dicari, bagaimana mungkin ditemukan?"
Saya pun bertanya "Terus mencari ide itu di mana dan ke mana?"
Bagi saya ide menulis itu sudah tersedia setiap hari. Ia tersembunyi di balik tiga unsur, yaitu peristiwa, fenomena, dan momentum. Ketiganya sebut saja sebagai pemicu.
Ada tiga aktivitas yang dapat Anda lakukan agar bertemu dengan ide dan Anda mampu mendeteksi pemicunya, yaitu dengan banyak membaca, banyak berjalan, dan banyak bersilaturahmi.
Tidak mungkin menulis (dengan sangat baik) jika Anda tidak membaca. Tidak mungkin tulisan itu kaya jika Anda tidak bepergian dan bertemu banyak orang.
Ide itu seperti anugerah dan hidayah yang turun setiap hari ke bumi, setiap hari loh. Karena itu, seorang penulis yang produktif atau sedang melakoni jurus menulis 365 hari, pasti mampu melakukannya meskipun ia menulis secara acak.Â
Di Kompasiana ini ada penulis yang sangat produktif, hampir menulis setiap hari. Dari mana ide menulis itu datang? Cek saja, apakah ia menulis dari suatu peristiwa, fenenoma, atau sebuah momentum?
Kecerdasan Menulis
Dua hari kemarin, 11 Agustus 2024, saya diminta teman-teman yang tergabung dalam komunitas Kumham Muda untuk berbagi dalam sesi mentoring menulis. Mereka mengadakan kegiatan Book Writing Challenge dengan melibatkan lebih dari 80 orang untuk menulis artikel khas (feature).
Tajuk menarik diberikan kepada saya dalam bahasa Inggris. How to Generate Ideas to Write without AI Help. Penggunaan AI dalam menulis memang telah menjadi isu karena aplikasi kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT dapat mempermudah seseorang untuk menulis alih-alih membuatkan tulisan dengan topik tertentu.