William G. Connoly, seorang editor di New York Times Weekly, dalam sebuah laporan dari Associated Press Managing Editors Writing and Editing Commitee menyenaraikan profil editor yang andal. Ada beberapa ciri editor andal, yaitu percaya diri, objektif, peduli, cerdas, alamiah bertanya, diplomasi, mampu menulis, dan terakhir punya selera humor.
Mungkin engkau pernah membaca sebuah lowongan menjadi editor naskah dan salah satu syaratnya adalah mampu bekerja di bawah tekanan. Hal itu sebuah humor getir yang menyiratkan bahwa bekerja menjadi editor itu pasti ditekan-tekan.Â
Mari kita lihat tekanan apa saja itu?
- Engkau bekerja di bawah tekanan tenggat (deadline) yang mungkin tidak masuk akal.
- Engkau bekerja di bawah tekanan penulis yang mungkin kategori penulis sulit atau liat.
- Engkau bekerja di bawah tekanan pimpinan yang ingin sebuah naskah dirombak total.
- Engkau bekerja dalam tekanan pembaca yang menginginkan publikasi bermutu tanpa cela.
- Engkau bekerja di bawah tekanan cicilan ... eh ini tidak termasuk, ya.
Saya mengibaratkannya kaum editor itu seperti daging hamburger yang tertekan. Wajar jika kemudian Datus C. Smith Jr. (Kepala Princenton University Press) dalam buku lawas Penuntun Penerbitan Buku menyebut begini.
Editor mempunyai salah satu tugas yang paling menyenangkan dalam pekerjaan penerbitan. Tugas itu memerlukan intelegensi, kecakapan dan kesadaran diplomasi yang tinggi. Tugas itu menimbulkan banyak hambatan atau frustrasi, tetapi juga dapat memperoleh banyak penghargaan.
Frustrasi (ingat, bukan frustasi) merupakan kata yang paling mungkin terjadi pada seorang editor. Mungkin dalam pandangan kini setoksik-toksiknya bekerja di sebuah perusahaan, lebih toksik bekerja di penerbitan, baik itu penerbitan media berkala maupun media buku.Â
Gen Milenial dan Gen Z yang ingin menjadi editor mungkin nggak akan kuat, biar daku saja. Bener nggak sih? Ya, Gen Milenial dan Gen Z yang punya selera humor pasti kuatlah menjadi editor naskah.
Satu lagi dari Smith Jr. bahwa editor itu memperoleh banyak penghargaan. Mungkin di luar sono iya, tetapi di Indonesia belum ada tuh penghargaan terhadap kaum editor, baik dari pemerintah atau Ikapi. Mari disenyumi saja dan ditertawakan.
Lebih Jauh tentang Pentingnya Selera Humor
Connoly menjelaskan ciri editor andal yang memiliki sense of humor bahwa "Editor yang baik mampu menertawakan absurditas dari beberapa aspek bisnis (penerbitan)---jam kerja yang buruk, temperamen yang buruk, tenggat yang buruk, naskah yang buruk---dan terus maju". Jadi, tekanan seperti tenggat yang mepet, tabiat penulis yang sulit, dan juga pimpinan editor yang nggak asik banget semestinya disenyumi saja kalau tidak mau ditertawakan. Asal jangan ketahuan.
Dalam dunia penerbitan yang penuh tekanan, Connolly percaya bahwa humor bukan hanya tentang membuat orang tertawa, tetapi juga tentang memiliki sikap yang santai, ramah, dan fleksibel. Hal itu adalah kualitas yang memungkinkan editor untuk bekerja lebih baik dengan orang lain dan menangani tantangan dengan lebih efektif.