Seminggu tepat saya berada di Samarinda. Saat saya memesan transportasi daring (mobil) dengan tujuan bandara, di aplikasi terlihat wajah seorang ibu. Ia tidak mengirimkan chat seperti umumnya, tetapi mobilnya terlihat bergerak menuju titik penjemputan.
Saya putuskan untuk menunggu meskipun ada pikiran jangan-jangan nanti yang nyetir bukan perempuan. Akunnya menggunakan profil istrinya. Apalagi tujuan bandara termasuk jauh dan melewati jalan raya Samarinda-Bontang.
Daihatsu Sigra yang ditunggu, tetapi yang datang ternyata Avanza berkelir hitam. Seorang ibu berkerudung keluar dari mobil dan memastikan saya penumpangnya.Â
Karena bepergian dengan keluarga, bawaan pun lumayan banyak. Tidak tega saya tentu meminta si ibu memasukkan koper satu per satu ke bagasi mobil. Bagasinya ditutupi karton bekas dus. Aroma mobil baru menyeruak.Â
"Wah, mobilnya baru, Bu?" tanya saya berbasa-basi setelah duduk di jok depan.
"Oh, iya saya ganti, Pak. Cuma platnya belum jadi. Nomornya belum bisa saya masukkan aplikasi."
"Sudah lama jadi sopir online, Bu?"
"Sudah tiga tahun, Pak. Suami sudah tidak ada."
Saya kira berikut rasa apresiasi, itu potret lazim kini ketika kaum ibu yang turun tangan membanting tulang demi menghidupi keluarganya. Tidak ingin saya bertanya lebih jauh tentang suaminya yang sudah tidak ada. Hanya sempat mengungkit tentang anaknya.Â
Saya pun teringat novel terbaru Kang Maman Suherman terbitan Grasindo: ... dan Janda itu Ibuku.Â