Kali kesekian saya mengisi kegiatan yang diselenggarakan oleh LIPJPHKI Universitas Airlangga. Lembaga itu membawahkan Unair Press yang menerbitkan buku-buku karya para dosen Unair. Kali itu program pelatihan diberi tajuk "Bookcamp Airlangga: Book Assistance Special Edition".Â
Setiap kegiatan semacam itu maka saya selalu bertemu dengan dosen-dosen yang belum menulis buku. Mengapa engkau sebagai dosen belum juga menulis buku ilmiah?
Beragam alasan yang melatari. Pertama, kesibukan untuk membina karier sebagai dosen yang menyita waktu sehingga belum ada waktu khusus disediakan untuk menulis buku. Hal ini berbanding terbalik dengan waktu untuk menulis artikel ilmiah. Dosen masih lebih nyaman menghasilkan artikel ilmiah untuk jurnal ilmiah dibandingkan buku.
Kedua, banyak dosen menyatakan kegalauannya karena tidak tahu harus memulai dari mana penulisan buku ilmiah. Hal seperti itu wajar terjadi karena dosen belum memiliki orientasi terhadap penulisan dan penerbitan buku. Masih serbaremang-remang tentang buku apa yang hendak ditulis dan bagaimana mereka dapat menyelesaikannya.
Di kegiatan Unair, seorang dosen (dokter spesialis gigi) belum tahu harus dari mana dan bagaimana ia menulis buku. Namun, ia memiliki bahan hasil penelitian unik tentang stem cell dari rongga mulut. Setelah mengikuti pelatihan dan asistensi, ia pun memperoleh AHA. Ya, akhirnya ia tahu bagaimana merencanakan buku dan menuliskannya.Â
Memang jika dosen tidak mendapatkan bimbingan teknis orientasi menulis buku alhasil bakal muncullah jalan buntu. Jalan buntu itu bukan pada saat mereka menulis, melainkan saat naskah buku belum dimulai. Sementara itu, menulis buku termasuk bagian dari beban kerja dosen (BKD) yang membantu mereka memenuhi komponen penilaian angka kredit.
Oleh karena itu, saya menawarkan empat cara mengatasi kebuntuan menulis buku ilmiah. Empat cara ini didasari oleh pengalaman empirik menekuni dunia penulisan buku ilmiah selama lebih dari 20 tahun.
1. Memahami Jenis Buku Ilmiah
Paling ada tiga jenis buku ilmiah yang seharusnya menjadi target dosen, yaitu buku ajar, monografi riset, dan buku referensi. Ketiga jenis buku itu disebutkan di dalam Pedoman Operasional Pengajuan Angka Kredit dan Kenaikan Pangkan Dosen (POPAK) 2019. Setiap buku itu berbeda meskipun sama-sama buku ilmiah.
Berdasarkan urutan urgensi dan kemudahan penulisannya maka buku ajar menempati urutan pertama. Buku ajar atau sering disebut juga buku teks merupakan bahan pengajaran primer yang disusun berbasis RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran). Jadi, ide dasarnya adalah kurikulum atau silabus pembelajaran di kampus.Â
Karena itu, dosen dapat merancang tujuan untuk lebih dulu menulis buku ajar berdasarkan mata kuliah yang diampunya. Ia dapat mengonversi materi kuliah berupa salindia (presentasi) dan materi pegangan (handout) atau bahkan diktat (lecturer notes) menjadi sebuah buku ajar.Â