Bagi mereka yang pernah menjadi asesor kompetensi, asesi, atau bergelut di bidang lembaga sertifikasi profesi, tentu tidak asing dengan istilah SKKNI. Kepanjangan dari Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia tersebut disusun sebagai acuan uji kompetensi/sertifikasi profesi dan disahkan oleh Kementerian Tenaga Kerja.
Di situs resmi skkni.kemnaker.go.id kini telah muncul SKNNI Nomor 232/2024 Penerbitan Buku. Sebenarnya ada satu lagi SKKNI Penerbitan Buku, yakni SKKNI No. 124/2018. SKKNI 124 yang terbit pada 2018 diinisiasi oleh Kemenkominfo dan Ikapi. Adapun SKKNI 232 diinisiasi oleh Pusat Perbukuan (Kemendikbudristek) dan perwakilan dari asosiasi pelaku perbukuan.
Sejak terbitnya UU Nomor 3/2017 tentang Sistem Perbukuan, eksistensi pelaku perbukuan diberi ruang melalui pembinaan. Pelaku perbukuan secara individu, yaitu penulis, penerjemah, penyadur, editor, ilustrator, dan desainer. Karena itu, ada perbedaan signifikan antara SKKNI 232 dan SKKNI 124 meskipun namanya sama.
SKKNI 232 memuat 49 unit kompetensi (setebal 153 halaman) dari empat pelaku perbukuan, yaitu penulis buku, editor buku, ilustrator buku, dan desainer buku. Adapun untuk penerjemah sudah tersusun lebih dulu SKKNI yang diinisiasi oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. SKKNI 232 diinisiasi oleh Pusat Perbukuan sebagai satu-satunya lembaga perbukuan pemerintah yang diakui berdasarkan UU Nomor 3/2017, yakni dengan Kemendikbudristek sebagai pembina industri perbukuan.
SKKNI 124 yang diinisiasi oleh Kemenkominfo dan Ikapi sebelum terbitnya UU Nomor 3/2017 tentang Sistem Perbukuan, berorientasi pada pembinaan kompetensi personel penerbit buku (tidak spesifik pada profesi tertentu), terutama di level penyelia (supervisor) dan manajemen. SKKNI ini hanya memiliki 10 unit kompetensi dan baru digunakan oleh LSP Penerbitan.
SKKNI "Sapu Jagat"
SKKNI 232 itu unik karena "menyapu" kompetensi empat profesi sekaligus sehingga boleh disebut SKKNI "sapu jagat". Jadi, ke-49 unit kompetensi yang ada merupakan unit kompetensi gabungan dari penulis buku, editor buku, desainer buku, dan ilustrator buku. Jika ingin digunakan dalam uji kompetensi, tiap-tiap unit kompetensi harus dipilih sesuai dengan profesi yang nantinya disebut sebagai skema kompetensi.
Misalnya, berbasis SKKNI 232 akan ada skema Penulis Buku Cerita Anak Bergambar dengan unit kompetensi J.90PNB01.022.1 Menulis Buku Cerita Anak Bergambar. Demikian pula, sudah diakomodasi munculnya skema Penulis Novel Anak dengan unit kompetensi J.90PNB01.023.1 Menulis Novel Anak.
Prosedur pengajuan skema kompetensi harus dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang berlisensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) kepada BNSP. Jadi, skema baru dapat digunakan dalam uji kompetensi apabila mendapatkan pengesahan dari BNSP. Saat ini ada dua LSP yang bergerak dalam bidang penerbitan, yaitu LSP Penulis dan Editor Profesional dan LSP Penerbitan yang didirikan oleh Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional (Penpro).
LSP akan melihat uji kompetensi atau sertifikasi profesi sebagai kebutuhan pasar (tenaga kerja) sebelum mengajukan skema kompetensi. Bagaimana pun sertifikasi profesi merupakan aktivitas bisnis sehingga mempertimbangkan supply and demand di masyarakat. Jika skema kompetensi telanjur disusun, tetapi minim peminat, ia pun melempem.
Isu Sertifikasi Profesi Pelaku Perbukuan
BNSP punya semboyan baru: Sertifikasikan Profesimu. Munculnya sertifikasi profesi pelaku perbukuan karena selama ini belum ada pengakuan resmi bahwa penulis, editor, desainer, dan ilustrator yang berhubungan dengan buku itu adalah profesi. Kualifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) juga baru memasukkan aktivitas yang berhubungan dengan penulisan dan penyuntingan pada 2020, yakni KBLI nomor 90024.