Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Hubungan Mesra Pendidikan dan Buku

2 Mei 2024   08:33 Diperbarui: 4 Mei 2024   14:32 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Mungkin ada yang berpandangan bahwa buku fisik atau buku cetak tidak relevan lagi digunakan sebagai bahan pembelajaran pada masa kini. Orang dapat mengakses konten pembelajaran kapan pun dan di mana pun kini dengan konsep internet of thing (IoT), yakni tersedianya buku digital. 

Bahkan, pandangan lebih skeptis muncul bahwa buku sudah tidak relevan lagi untuk dunia pendidikan kini. Setiap orang dapat belajar dari konten nonbuku yang tersedia bebas dan luas di dunia maya.

Pandangan terakhir ini terbukti tidak berdasar ketika kita dihadapkan fakta bahwa guru dan siswa masih memerlukan "pegangan" yang bersifat sistematis, terstruktur, lengkap, dan terbagi secara baku atas materi esensial, motivasi belajar, dan asesmen. Buku sudah sejak dulu berhubungan mesra dengan dunia pendidikan. Ia tidak serta merta dapat disisihkan karena adanya penetrasi teknologi, terutama dalam penyediaan konten yang dianggap dapat menggantikan buku.

Maka dari itu, isunya kini lebih menukik pada apakah dunia pendidikan tetap menggunakan buku cetak atau buku digital? Faktanya buku cetak masih dicari. Toko buku dan lapak buku masih dikunjungi oleh orang tua dan siswa untuk mencari buku sebagai sarana mereka belajar. Bagaimana jika buku didigitalkan saja seperti yang dilakukan oleh Pusat Perbukuan melalui SIBI (Sistem Informasi Buku Indonesia) sehingga dapat diakses? 

Tetap saja pada ujungnya buku itu dicetak lagi karena ada faktor yang disebut tacticaly (respons sentuhan) dan penjelajahan (atmosphere). Kita tidak dapat melepaskan diri dari barang berbentuk segi empat yang terbuat dari kertas dan dipenuhi tulisan/gambar itu.

Respons sentuhan mendorong banyak orang membaca buku cetak karena mudah menggenggamnya, membolak-balik halaman, mencium bau kertas yang khas, dan tentu lebih ekspresif membaca buku munculan (pop-up) dan buku tutup buka (flap) kalau itu adalah buku cetak. Faktor penjelajahan berhubungan dengan kesenangan menjelajahi toko buku fisik, mengamati tiap rak buku, dan bahkan menemukan buku yang sebelumnya tidak terpikirkan.

Saya pernah "berteori" bahwa buku yang tidak laku karena tidak bertemu dengan pembaca potensialnya. Siapa yang dapat mempertemukan mereka para pembaca rakus dan buku? Tentu saja toko buku, pameran buku, dan bazar buku. Sayangnya, toko buku di Indonesia banyak yang sudah menemui ajalnya.

Jadi, buku cetak masih menunjukkan eksistensinya dalam dunia pendidikan sehingga buku digital bukanlah substitusi buku cetak, melainkan semacam pendukung atau alternatif yang menawarkan aksesibilitas lebih fleksibel dan lebih modern.

Buku dan Kesenjangan Digital

Ada juga pandangan tentang kesenjangan digital (digital divide) bahwa masih ada kesenjangan antara konten digital dan masyarakat sehingga dalam kasus buku, buku fisik masih digdaya. Pertama, kesenjangan digital karena ketiadaan device atau gadget untuk mengakses konten digital. Namun, untuk kasus yang satu ini tampaknya sudah tergerus karena hampir setiap orang, termasuk anak dan remaja, sudah memiliki ponsel cerdas.

Kedua, kesenjangan digital timbul karena kegagapan teknologi. Meskipun seseorang memiliki sebuah gadget, ia tidak mampu mengoptimalkan penggunaan fitur atau aplikasi karena tidak tahu dan tidak terampil. Hal ini pun mulai diatasi dengan penggunaan fitur dan aplikasi yang ramah pengguna serta memperhatikan pengalaman pengguna (user experience). Banyak orang mulai terbiasa dengan "bahasa teknologi digital".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun