Sertifikasi profesi adalah bisnis? Pandangan ini tidak keliru karena semua aktivitas sertifikasi memerlukan sumber daya, seperti tempat uji kompetensi, asesor kompetensi, dan staf administrasi. Semuanya berbiaya, tetapi dalam konteks sebagai program negara maka negara yang akan memberi subsidi pelaksanaan sertifikasi.
Contohnya, ada LSP yang dimiliki oleh pemerintah seperti LSP Kebudayaan di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan sebagai LSP Pihak Kedua (P-1). Penyelenggaraa diklat berbasis kompetensi dan sertifikasi dibiayai oleh negara sehingga peserta yang terpilih mengikutinya tanpa biaya. Saya sendiri pernah mengikuti diklat dan sertifikasi sebagai penulis sejarah. Jadi, sekarang saya memegang sertifikat kompetensi sebagai penulis sejarah.Â
Memasuki tahun keempat melaksanakan sertifikasi, sekira 11.000 penulis dan editor telah disertifikasi. Pengguna terbanyak sertifikasi kompetensi dari kalangan perguruan tinggi (dosen dan mahasiswa), sisanya adalah profesional/praktisi di industri penerbitan dan industri penulisan.
Tantangan Asesor Kompetensi
Hari ini, 28/04/2024, saya kembali mengikuti kegiatan recognition current competency (RCC) untuk kali kedua. Artinya, sudah enam tahun saya berprofesi sebagai asesor kompetensi. Memang tidak mudah menjalani profesi sebagai asesor kompetensi.
Pertama, ada pekerjaan yang sifatnya administratif meskipun sangat terbantu dengan sistem berbasis situs web. Selain itu, asesor kompetensi harus paham dan hafal tentang aturan sertifikasi dan uji kompetensi yang dikeluarkan oleh BNSP.Â
Kedua, asesor kompetensi juga harus menunjukkan kinerjanya dalam menyusun materi uji kompetensi (MUK) sebagai masukan untuk LSP. Jadi, pekerjaannya setengah mirip dosen karena harus menyiapkan MUK sesuai dengan standar kompetensi dan skema kompetensi.
Ketiga, saat melakukan uji kompetensi, asesor kompetensi harus mampu merencanakan dan melakukan berbagai bentuk uji kompetensi sesuai dengan asesmen asesi. Tantangan terutama ketika mengasesmen para penulis dan editor yang notabene individu berkedudukan "istimewa", seperti profesor, rektor, wakil rektor, dekan, atau penulis yang sudah memiliki "jam terbang" tinggi dalam bidang penulisan dan penerbitan. Untuk mereka diberikan uji kompetensi berupa verifikasi portofolio, biasanya melalui pernyataan wawancara atau reviu produk.
Saat pandemi Covid-19 melanda, BNSP memberi kebijakan pelaksanaan sertifikasi jarak jauh secara daring. Melalui LSP, kami menggunakan metode asesmen secara daring. Bidang penulisan dan penerbitan sangat memungkinkan model asesmen seperti ini karena memang tidak memerlukan perlengkapan dan peralatan yang rumit untuk uji kompetensi, apalagi jika hanya verifikasi portofolio dengan wawancara.
Dengan demikian, asesor kompetensi merupakan komponen penting dalam proses asesmen untuk memperoleh sertifikat kompetensi (sertifikasi profesi). Asesor harus merupakan sosok yang mumpuni di bidangnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H