Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Ihwal Singkatan/Akronim di Dalam Karya Tulis

28 Desember 2023   06:35 Diperbarui: 28 Desember 2023   08:22 2067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi akronim | sumber: Wokandapix/Pixabay via kids.grid.id

Media sosial riuh usai debat cawapres I karena pertanyaan Gibran yang mengandung singkatan SGIE. Singkatan dari State of Global Islamic Economy memang tidak semua orang familiar, apalagi yang tidak pernah berkutat di bidang ekonomi syariah. Dalam bahasa lisan wajar orang mengajukan pertanyaan tentang singkatan yang tidak familiar (di antara begitu banyak singkatan/akronim dalam hidup kita) maka lawan bertanyanya akan bertanya balik. 

"SGIE apaan?"

Mungkin ada juga yang balas menjawab seperti ini, "EGP, dah!"

Singkatan EGP bagi anak gaul tidak asing lagi alias emang gue pikirin. Ada lagi yang lebih parah, EGE, emang gue EGP. Ha-ha-ha.

Singkatan/akronim banyak digunakan juga dalam bahasa lisan untuk menghemat kata-kata. Namun, demi kelancaran komunikasi, patut digunakan singkatan/akronim yang familiar atau singkatan/akronim yang tidak familira itu diberi penjelasan kepanjangannya.

Berbeda halnya penggunaan singkatan/akronim di dalam karya tulis---bukan pesan singkat di WA, penulisan kepanjangan mutlak diperlukan. Untuk singkatan/akronim yang tidak familiar bagi pembaca, penulis harus menuliskan dulu kepanjangan baru singkatan/akronimnya di dalam kurung---sesuai dengan EYD V.  Selanjutnya, singkatan/akronim dapat digunakan tanpa didahului kepanjangannya.

Contoh: Buku gaya selingkung Chicago Manual of Style (CMS) paling banyak dirujuk di dunia. CMS disusun pada akhir abad ke-19, tepatnya ....

Lebih khusus lagi di dalam sebuah buku penulis perlu membuat daftar singkatan (abbreviations) jika bertabur singkatan/akronim yang kurang familiar bagi pembaca atau sangat spesifik dalam satu bidang keilmuan. Beberapa penulis memasukkan singkatan/akronim ke dalam glosarium yang sebenarnya keliru. Glosarium adalah daftar istilah, bukan daftar singkatan/akronim.

Patpit Chaya/Getty Images
Patpit Chaya/Getty Images

Daftar singkatan/akronim di dalam buku ada yang diletakkan di bagian awal buku (preliminaries) untuk mengenalkan lebih dulu singkatan/akronim yang digunakan di dalam buku. Pertimbangan penulis diperlukan untuk hal ini karena tidak semua singkatan/akronim perlu didaftarkan.

Misalnya, di bidang yang saya tekuni, penulisan dan penerbitan, banyak singkatan dan akronim digunakan. Publik mungkin sudah tahu kepanjangan ISBN dan ISSN, yakni International Standard Book Number dan International Standard Serial Number. Walaupun begitu, mungkin saja ada yang tahu singkatannya, tetapi tidak tahu kepanjangannya. Untuk itu, di dalam penulisan buku, saya tetap mencantumkan kepanjangan ISBN/ISSN.

Berbeda halnya---misal dalam konteks Indonesia---publik sudah sangat tahu dan familiar. Maka dari itu, saya tidak akan memanjangkan singkatan/akronim dalam tulisan. Contoh singkatan/akronim yang tidak perlu dipanjangkan: KPK, MK, PBB, SIM, UUD, tilang, posko, dan kuper.

Sup Alfabet

Saat berkunjung ke Frankfurt Book Fair tahun 2010, saya membeli buku bekas di lapak yang mangkal depan Messe Frankfurt. Salah satu buku yang saya beli berjudul Alphabet Soup: An A to Z of Abbreviations karya Rosalind Fergusson. Buku referensi semacam ini jarang ada di Indonesia, padahal sangat banyak juga singkatan/akronim dihasilkan di Indonesia, terutama oleh pemerintah.

Buku terbitan 2004 oleh Bloomsbury Publishing ini, di antaranya memuat singkatan/akronim slang dalam konteks komunikasi di media sosial yang sebelumnya pola ini tidak dikenal---menggunakan tiruan bunyi. Contohnya, CUL (see you later), RU (are you), dan F2T (free to talk).

Ada juga singkatan yang sangat familiar, tetapi kita mungkin tidak tahu kepanjangan sebenarnya. Singkatan e.g. dan i.e. di dalam bahasa Inggris sering membingungkan. Singkatan e.g. artinya contoh dipungut dari bahasa Latin, exempli gratia maka disingkat e.g. Lalu, i.e. disingkat dari bahasa Latin, id est bermakna yaitu/yakni.

Singkatan e.g. digunakan dalam perincian dengan penyebutan sebagian (tidak semua diperinci). Adapun i.e. digunakan untuk perincian dengan menyebutkan semua yang diperinci.

Buku karya Rosalind Fergusson meskipun terlihat gampang dengan hanya menyusun singkatan/akronim dan kepanjangannya berikut makna/sejarah yang melatarinya, tetap sangat berguna. Saya bercita-cita juga menyusun buku semacam ini dalam konteks keindonesiaan. Kebiasaan menyingkat kata sudah terjadi sejak dulu. Bahkan, ketika pandemi COVID-19 melanda, banyak singkatan/akronim baru bermunculan.

Singkatan/Akronim di Dalam KBBI 

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) juga memuat tajuk/lema/entri singkatan dan akronim. Coba saja tikkan ISBN di KBBI daring maka akan keluar penjelasan dan kepanjangannya. Tapi, SGIE tidak ada karena memang singkatan itu sangat spesifik dan tidak familiar bagi kebanyak orang. Penyusun KBBI tentu sangat mempertimbangkan masuknya tajuk/lema singkatan/akronim.

Singkatan diberi keterangan sing di dalam KBBI, sedangkan akronim diberi keterangan akr. Keterangan ini muncul setelah tajuk/lema/entri dengan tipografi italik berwarna merah.

Tangkapan layar KBBI VI, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2016)
Tangkapan layar KBBI VI, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2016)

Cara penulisan akronim juga dikukuhkan di dalam KBBI. Misalnya, ada dua tipe penulisan: COVID-19 atau Covid-19. Di dalam KBBI V daring yang benar adalah Covid-19 sebagai akronim dari coronavirus disease 2019. Begitu pula cara yang benar menulis akronim Ikatan Penerbit Indonesia ialah Ikapi bukan IKAPI. 

Jadi, singkatan/akronim termasuk perkakas menulis yang harus dimiliki oleh penulis. Artinya, penulis menguasai betul kepanjangannya dan cara penulisannya. Penulis harus menimbang-nimbang mana singkatan/akronim yang familiar bagi pembaca dan mana yang kurang familiar, termasuk kurang familiar terhadap kepanjangannya. Mungkin semua orang tahu tentang warna CMYK, tetapi tidak tahu kepanjangannya.

Penyingkatan kata black menjadi K dalam CMYK untuk menghindari kebingungan dengan warna RGB yang terdiri atas red, green, dan blue. Jadi, huruf B sudah digunakan untuk menyingkat blue maka black digunakan K.

Sekian, pembaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun