Rendang mengandung filosofi dan sejarah yang cukup panjang. Entah berapa banyak lelaki seperti tokoh Sal dalam cerpen Ahda Imran yang meletakkan rendang di hatinya sebagai makanan romantis penuh makna. Begitu nikmatnya rendang buatan ibu seperti juga buatan ibu saya yang berasal dari Lubuk Basung, Padang Pariaman, bersuku Chaniago.Â
Jadi, ketika menulis artikel ini, saya menggunakan keminangan saya meskipun nama saya Bambang. Saya juga berkeberatan jika ada simbol nonhalal digunakan pada makanan hasil ciptarasa kearifan lokal yang kental dengan nilai keislaman. Itu sebabnya diperlukan juga pemahaman gastronomi Indonesia terkait kuliner Nusantara.Â
William Wongso yang menemani Gordon Ramsey memasak rendang, juga berkomentar menyampaikan opininya tentang penyebutan kata Padang pada rendang babi sebagai sesuatu yang kurang elok. Begitu pula sejarawan Fadly Rahman yang menulis buku Jejak Rasa Nusantara memberi pesan untuk menghormati kearifan lokal suatu daerah.
Kreativitas mengolah rendang memang terjadi kemudian bahwa tidak lagi daging sapi yang direndang, tetapi juga hati dan paru yang masih merupakan unsur sapi. Lalu ada rendang ayam, rendang telur, dan juga yang sangat nikmat, rendang jengkol. Jika berkunjung ke Padang, sebuah rumah makan terkenal selalu saya singgahi hanya untuk membeli rendang jengkol lalu membawanya sebagai oleh-oleh untuk "orang rumah".
***
Merendangkan babi atau membabikan rendang boleh dipandang sah saja dilakukan siapa pun---sebentuk kreativitas, termasuk merendangkan biawak, membiawakan rendang. Syaratnya tidak melabelinya sebagai masakan Minang/Padang, apalagi dikomersialkan sebagai jenama dagang nonhalal. Hal ini tidak perlu diperpanjang dengan pemikiran tentang mengagamakan rendang.
Pelakunya sudah meminta maaf dan peristiwa ini menjadi pelajaran berharga tentang Indonesia yang unik. Peristiwa yang dulu tidak pernah terpikirkan, sekarang sangat mungkin terjadi dengan munculnya generasi baru yang punya gagasan plus inovasi baru.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H