Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menjernihkan Makna ISBN

22 April 2022   22:06 Diperbarui: 6 Mei 2022   23:28 7762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi-lagi kita tidak peru berkilah bahwa sebanyak-banyaknya buku ditulis dan diterbitkan bagian dari gerakan literasi. Banyak buku yang ditulis dan terbit di Indonesia sudah mematikan selera awal untuk membacanya. Niatnya membangkitkan daya literasi, tetapi malah sebaliknya.

***

Dalam beberapa hari ini bertebaran informasi pembatasan dan penolakan ISBN oleh PNRI di media sosial. Tulisan saya di Facebook juga turut diviralkan. Alih-alih menjernihkan kekeruhan ISBN, saya malah dijadikan tempat mempertanyakan kebijakan PNRI. Tentu saya pribadi tidak mewakili PNRI atau menjadi jubir PNRI. Saya hanya kebetulan menjadi narasumber dalam diskusi ISBN yang diselenggarakan oleh PNRI. Saya coba membantu PNRI menyosialisasikan makna ISBN ini.

Sosialisasi dan penyadaran masyarakat perbukuan memang menjadi kata kunci. Jika diperlukan, rekayasa sosial tentang penggunaan ISBN dapat dilakukan oleh PNRI agar masyarakat perbukuan tidak salah kaprah memandang ISBN. Tidak hanya PNRI yang berkepentingan, Pusat Perbukuan dan Ikapi juga perlu menyosialisasikan perihal ISBN ini.

PNRI terikat dengan aturan lembaga internasional. Maka dari itu, apabila nomor ISBN terus dikeluarkan tanpa kontrol, Indonesia bakal berada pada posisi sulit untuk meminta lagi. Tiga belas nomor itu harus difungsikan sebagaimana mestinya bukan sebagai hiasan yang mempercantik kover belakang buku tanpa makna apa pun.

Mari kita bereskan hal yang lebih pokok yakni mutu buku dengan meningkatkan kompetensi para pelaku perbukuan. Tidak ada gunanya banyak buku diterbitkan, tetapi tidak dibaca, apalagi dibeli orang. Tidak ada gunanya buku ber-ISBN, tetapi tidak dibaca dan dibeli orang. Buku-buku itu sekadar menjadi "sampah imajinasi" dan "sampah intelektual", menyemak dan mati bernisankan nomor ISBN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun