Uni Emirat Arab melalui UU Buku yang ditetapkan pemerintahnya memberi insentif dengan pembebasan biaya sewa ruang toko buku di mal-mal. Saya kira hal ini juga mungkin dilakukan Pemerintah Indonesia dengan memberi subsidi biaya sewa misalnya dengan syarat toko buku juga menyediakan ruang baca publik. Toko buku semestinya tidak lagi melarang orang untuk membaca buku di tempat apabila terdapat ruang baca publik.
Demikian pula kebijakan untuk "memaksa" transaksi buku pendidikan juga terjadi di toko-toko buku, bukan melewatinya. Jika transaksi dipindahkan secara daring, semestinya toko-toko buku juga diberi jalan mengonversi aktivitas usaha mereka menjadi daring dengan tetap mempertahankan toko buku fisik. Artinya, perjumpaan antara calon pembaca dan buku fisik itu harus tetap dipertahankan.
Sangatlah penting mendata kembali jumlah toko buku di Indonesia yang "masih hidup" apabila dikatakan jumlahnya merosot tajam. Secara fakta hal itu memang terjadi dengan berita penutupan sejumlah toko buku, tetapi data pasti sangat diperlukan untuk sebuah kebijakan.
Begitu juga tumbuhnya toko-toko buku baru harus terdata dengan baik, di samping juga pertumbuhan toko buku daring. Berapa penerbit yang memiliki platform toko buku daring sendiri. Apakah toko buku daring itu cukup signifikan menyumbang pendapatan?
Riset perbukuan ini penting untuk menyelamatkan toko buku atau memberikan gambaran peluang usaha toko buku untuk masa mendatang alih-alih menyehatkan ekosistem perbukuan nasional yang sedang saya sebutkan tadi, mari mati bersama pelan-pelan.[]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI