Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Buku yang Pro pada Masa Depan

28 November 2020   05:13 Diperbarui: 28 November 2020   05:15 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku yang mandek dari segi konten ini jelas tidak membangkitkan daya gugah, daya ubah, dan tentu saja daya pikat. Mereka yang sudi membacanya juga mungkin karena memang tidak beranjak pengetahuan dan pemahamannya tentang konten.

Ibarat rusa masuk kampung atau lobster masuk kontainer, ia terheran-heran dan terkagum-kagum dengan sebuah buku yang sebenarnya biasa saja. Sebab apa? Sebab ia tidak pernah punya pengalaman membaca buku yang lebih baik dan lebih promasa depan.

Sama kok, saya juga pernah begitu. Terus insaf dan mencari buku-buku yang lebih baik kontennya untuk dibaca dan dihayati tanpa lelah. Sebagai penulis, saya tertantang selalu untuk menulis dengan konten yang lebih kaya, bukan sebagai epigon buku lain atau menulis sesuatu yang biasa-biasa saja karena tak punya harta dan tak punya bunga.

***

Saya baca di Detik.com berita tentang buku. Totok Suprayitno, Plt. Kabalitbang dan Perbukuan Kemendikbud mengisi sebuah sesi pada Munas ke-19 Ikapi. Beliau menyampaikan begini: ''Harus ada reformasi besar-besaran (pada buku) supaya cocok dengan kebutuhan pembelajaran di masa depan."

Pandangan itu sangat terkait dengan buku pendidikan, buku teks maupun buku nonteks. Apakah konten buku-buku pendidikan kita tidak berlari dan melompat sejauh ini? Apakah konten buku pendidikan kita tidak memberikan perspektif tentang perbedaan antara Maradona dan Madonna? Ini pertanyaan ngawur, Saudara.

Jika buku itu diibaratkan tanaman, cabut saja dan lihat akar-akarnya. Mengapa buku-buku pendidikan kita sebagian besar tidak promasa depan?
Salah satu cabang akar itu mungkin kurikulum, mungkin persepsi terhadap kurikulum, mungkin juga kompetensi pelaku perbukuan, mungkin kelambanan pemerintah merespons persoalan perbukuan selama ini, mungkin oportunisme segelintir pelaku perbukuan, dan mungkinkah kita 'kan selalu bersama meski terbentang jarak antara kita.

Satu peluru hanya mampu menembus satu kepala, tetapi satu buku mampu menembus jutaan kepala. Begitu kata orang bijak.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun