WHO telah menetapkan Covid-19 (nama resmi virus Corona) sebagai pandemi. Istilah 'pandemi' menyegarkan kosakata kita kembali di bidang kesehatan. Pandemi merujuk pada makna wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas. Berbeda dengan 'endemi' yang bermakna penyakit yang berjangkit di suatu daerah atau pada suatu golongan masyarakat. Istilah lain untuk menyebut 'endemi' adalah 'hawar'.
Pandemi dan endemi adalah kata benda, sedangkan kata sifatnya 'pandemik' dan 'endemik'. Selain itu, ada istilah lain yaitu 'epidemi' yang bermakna penyakit menular yang berjangkit dengan cepat di daerah yang luas dan menimbulkan banyak korban, misalnya penyakit yang tidak secara tetap berjangkit di daerah itu.
Itu baru tiga istilah terkait penyakit menular yang mendapatkan "momentum" tampil saat wabah Covid-19 mulai merebak di Wuhan, Cina. Selanjutnya, terjadi "serbuan" istilah yang membuat kita harus mencari padanannya di dalam bahasa Indonesia.
Lockdown
Lockdown mendadak populer setelah Pemerintah Cina memberlakukannya di Wuhan karena keadaan darurat dan ditengarai wabah virus menyebar dari daerah ini. Â Istilah lockdown biasanya terkait penanganan narapidana di penjara dalam bentuk isolasi di sel khusus ataupun setelah terjadi kerusuhan. Jadi, tidak ada yang dapat keluar dan dapat masuk ke sel.Â
Istilah ini juga digunakan untuk suatu daerah yang diputuskan oleh pemerintahnya menjadi daerah dengan akses terbatas. Biasanya dengan tidak mengizinkan warga setempat keluar dan tidak mengizinkan warga dari daerah lain berkunjung. Pembatasan ini dilakukan dalam waktu tertentu atau waktu yang tidak ditentukan seperti di Wuhan.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan sebenarnya sudah memadankan istilah lockdown dengan karantina wilayah. Karantina sendiri bermakna tempat penampungan yang lokasinya terpencil guna mencegah terjadinya penularan (pengaruh dan sebagainya) penyakit dan sebagainya. Dengan melihat makna karantina, pemadanan istilah lockdown menjadi kurang tepat karena lebih cocok dalam kasus seperti penempatan WNI asal Wuhan di Pulau Natuna beberapa waktu lalu.
Ada yang menawarkan opsi padanan lockdown dengan 'penguncian' atau 'pembatasan'. Mungkin dapat menjadi pertimbangan digunakan menggantikan lockdown.
Sempat juga terjadi hal menggelikan ketika Bupati Bogor mengenalkan istilah baru yaitu semi-lockdown untuk daerah Puncak. Jelas istilah ini tidak dikenal dalam konteks keadaan darurat. Status daerah Puncak ini kemudian buru-buru dimentahkan oleh Gubernur Ridwan Kamil.
Hand Sanitizer
Masker dan hand sanitizer adalah dua benda yang mendadak langka karena diborong habis sejak Presiden Jokowi mengumumkan kasus pertama positif Covid-19. Istilah hand sanitizer pun merebak. Badan Bahasa membuat padanan 'penyanitasi tangan'. Saya termasuk tidak sreg dengan padanan ini. Mengapa tidak 'pembersih tangan' saja atau menambahkan kata 'cairan' pembersih tangan?
Social Distancing
Ini juga istilah yang mendadak populer. Saya mengenalkan padanan 'pe(renggang)an sosial' dan Ivan Lanin mengenalkan padanan 'pen(jarak)an sosial'. Lagi-lagi di dalam UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, istilah social distancing sudah dipadankan dengan 'pembatasan sosial'. Â Jadi, Anda tinggal memilih mau menggunakan istilah yang mana.
Pembatasan, penjarakan, atau perenggangan sosial adalah cara seseorang menghindari persebaran virus dengan menahan diri di rumah, tidak mengunjungi kerumunan, membatalkan pertemuan langsung dengan orang lain, membatalkan acara-acara yang melibatkan banyak orang, serta mengubah kerja atau belajar menjadi di rumah.
Self-Quarantine
Mengikuti istilah social distancing muncul istilah self-quarantine. Padanannya lebih mudah kita temukan yaitu 'karantina mandiri' atau 'swakarantina'.  Karantina mandiri ini berlaku untuk mereka yang berisiko terjangkit virus, misalnya seseorang yang baru pulang dari negara terjangkit wabah Covid-19 atau seseorang yang diketahui pernah kontak dengan orang yang dinyatakan positif Covid-19.Â
Pakar kesehatan menganjurkan waktu 14 hari untuk melakukan karantina mandiri agar dapat diketahui apakah seseorang akan menderita sakit atau tidak menunjukkan gejala lanjutan. Waktu 14 hari seperti disebutkan WHO merupakan masa inkubasi Covid-19 yaitu antara 1 s.d. 14 hari meskipun riset terbaru menunjukkan rata-rata masa inkubasi Covid-19 adalah 5 hari.
Karantina mandiri dilakukan dengan cara 1) menerapkan standar sanitasi untuk diri sendiri dan sering mencuci tangan; 2) tidak berbagi benda pribadi seperti handuk dan peralatan makan; 3) tetap tinggal di rumah dan tidak menerima kunjungan orang lain; dan 4) terpisah jarak paling tidak 1,8 meter dari orang serumah.
Suspect
Suspect tidak lantas dipadankan menjadi suspek. Di dalam kasus Covid-19, suspect menjadi satu tingkatan status. Mungkin hal ini dapat berkaca dari istilah hukum yang menggunakan tingkatan status seseorang, yaitu terduga, tersangka, dan terpidana dalam kasus perkara pidana.Â
Terkait dengan kasus Covid-19, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan telah membuat tingkatan status terhadap seseorang sebelum dinyatakan positif terjangkit virus Corona. Berikut ini penjelasannya.
- ODP (orang dalam pemantauan) yaitu status untuk seseorang yang belum menunjukkan gejala terinfeksi, tetapi memiliki riwayat baru saja bepergian ke negeri episentrum pandemi atau baru saja kontak dengan seseorang yang dinyatakan positif Covid-19.
- PDP (pasien dalam pengawasan) yaitu status untuk seseorang yang telah menunjukkan gejala terinfeksi Covid-19 dan sudah berstatus pasien yang dirawat di rumah sakit.
- Suspect yaitu status untuk seseorang yang sudah menunjukkan gejala terinfeksi Covid-19 dan diduga kuat sudah melakukan kontak dengan orang yang positif dinyatakan terinfeksi Covid-19. Spesimen penyandang status suspect akan diperiksa dengan metode yang ditetapkan.
Pada akhirnya, status mereka ditetapkan negatif atau positif setelah melalui serangkaian pemeriksaan. Beberapa orang yang positif juga telah dinyatakan sembuh. Hanya kita tetap penasaran kata suspect tidak dipadankan di dalam bahasa Indonesia.Â
Work from Home
Sekolah dan kampus mulai ditutup. Siswa dan mahasiswa melaksanakan pemelajaran di rumah melalui sistem daring (online). Demikian pula kantor-kantor mulai memberlakukan hal yang sama. Para pekerja dianjurkan melaksanakan work from home. Â Istilah ini tinggal diindonesiakan menjadi 'bekerja dari rumah'.Â
Akan tetapi, tunggu dulu, frasa 'bekerja dari rumah' bukanlah ragam resmi/baku. Kata depan 'dari' di situ mengandung makna 'melalui' yang biasa digunakan di dalam ragam cakapan. Jadi, yang benar adalah 'bekerja di rumah'.Â
***
Tulisan ini sekadar intermeso di balik munculnya istilah asing dalam kasus merebaknya Covid-19. Bahasa kita bahasa Indonesia pun perlu menyesuaikan diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H