Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Profesi Penulis, Terlihat Gagah dan Rentan Jalan-jalan

30 Januari 2020   13:35 Diperbarui: 16 Mei 2022   21:43 1764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potensi pasar jasa penulisan itu boleh jadi mencapai miliaran per tahunnya. | Sumber: Pixabay/Stocksnap

Saya sudah sering mendengar tentang profesi penulis yang tak dapat dijadikan sandaran hidup alias mata pencaharian. Seperti halnya tulisan terbaru dari Wahyudi Akmaliah, peneliti LIPI, bertajuk "Profesi Penulis, Terlihat Gagah Tapi Rentan Secara Ekonomi". Kali pertama saya melihat tulisan tersebut dibagikan oleh teman di akun FB. 

Hal yang dibahas memang soal penulis yang tidak dapat hidup dari royalti atau honor menulis. Penulis rentan secara ekonomi artinya hidupnya tidak akan berkecukupan, apalagi bebas secara finansial. Mengapa? 

Ambil contoh soal royalti. Persentase royalti itu sudah standar antara 5-10% dari harga jual buku. Royalti yang diterima akan besar jika buku dicetak mencapai ribuan eksemplar dalam rentang waktu setahun. 

Perhitungan gampang seperti ini. Buku seharga Rp50.000 dicetak kali pertama 3.000 eksemplar. Penulis mendapatkan royalti 10% dari harga jual yaitu Rp5.000. 

Taruhlah buku itu laku semua pada tahun pertama penjualan maka penulis mendapatkan royalti Rp15 juta (sebelum dipotong PPh). Coba Rp15 juta itu kita bagi 12 (bulan). Berarti penulis hanya memperoleh Rp1.250.000 per bulannya. Cukupkah?

Jawabannya pasti tidak. Artinya, penulis baru cukup jika bukunya paling tidak laku 30.000 eksemplar setiap tahun. Ia akan menerima royalti Rp150.000.000 per tahun. 

Hitungan lain jika sang penulis menulis buku banyak judul dengan daya jual yang sama. Misalnya, 10 judul buku yang semua terjual 3.000 eksemplar dalam setahun.

Itu mengapa saya menganggap seorang penulis buku best seller paling tidak ia semestinya mengantongi pendapatan sebesar Rp500 juta atau Rp1 M per tahunnya. Kalau belum, lebih baik nggak usah ngaku-ngaku penulis best seller. Soalnya, nanti itu sekadar gagah-gagahan, tetapi nyatanya rentan secara ekonomi.

Fenomena seperti ini ada beberapa. Seorang penulis menggelar pelatihan menulis dengan label bagaimana menulis buku best seller. Lha, bukunya sendiri masih diragukan masuk kategori best seller. 

Penampilannya juga tidak meyakinkan sebagai orang yang bebas secara finansial---ini jelas bukan karena bersahaja. Itu makin menguatkan stigma para penulis "best seller" itu berada pada kondisi halu.

***

Itu baru soal penulis buku susah kaya. Bagaimana dengan penulis artikel di media massa? Ya, setali tiga uang kalau tulisannya yang dimuat satu bulan hanya 1-2 artikel. Belum lagi harus menunggu honor cair berdasarkan kebijakan media. 

Jadi, saya menyebut kategori penulis ini sebagai penulis mandiri. Ia menulis atas nama dirinya sendiri, lalu mengirimkannya ke penerbit atau media massa, terus menunggu. 

Universal Studio Osaka, 2015 (Foto: Bambang Trim)
Universal Studio Osaka, 2015 (Foto: Bambang Trim)
Syukur-syukur diterima dan dimuat, lalu syukur-syukur laku dijual (untuk buku). Penulis sulit kaya dengan cara seperti ini, kecuali ia sangat produktif, namanya melambung, dan penerbit membayarnya dengan honor yang tinggi.

Jenis penulis yang jarang dilakoni secara profesional adalah penulis jasa. Penulis jasa menulis untuk orang lain atau organisasi. Pasarnya terbagi tiga, yaitu pasar perseorangan, pasar organisasi/perusahaan swasta, dan pasar pemerintah. 

Lakon penulis jasa di antaranya ghost writer, co-author, co-writer, atau tetap menjadi penulis utama berdasarkan pesanan.

Lakon lain sebagai entrepreneur ada beberapa, seperti self-publisher, publishing service, dan book packager. Jadi, ada yang bekerja sendiri serta ada pula yang membentuk badan usaha dan sebuah tim kerja.

Tidak ada satu bidang pun di dunia ini yang lepas dari tulis-menulis. Itu prinsip saya ketika masuk ke pasar penulisan jasa. Para penulis jasa profesional pasti dicari.

Di sinilah penulis dapat mengoptimalkan keterampilan secara berbayar. Ia dapat saja diminta menulis surat pribadi, proposal, laporan, iklan, biografi/autobiografi, ucapan selamat, semboyan, syair lagu, dan banyak lagi produk tulisan. 

Tulisan itu berharga mulai dari puluhan ribu per halaman sampai dengan ratusan ribu per halaman, bahkan jutaan.

Saya mengarungi laut jasa penulisan ini sejak tahun 1994 sampai kemudian lebih serius lagi pada tahun 2000-an. Klien saya sudah tidak terhitung mulai dari perseorangan, perusahaan swasta, LSM, dan termasuk pemerintah. 

Saya bahkan menggabungkannya dengan keterampilan mengedit naskah sehingga saya juga menjual jasa penyuntingan.

***

Hal yang paling saya syukuri sebagai penulis jasa adalah "kerentanan" saya diminta mengunjungi banyak tempat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. 

Saya pernah diundang ke Kyoto, mendarat di Osaka karena menuliskan autobiografi seorang pengusaha Jepang yang membuka perusahaan di Indonesia. Semua transportasi-akomodasi saya dibiayai, termasuk menginap di sebuah resort di dekat Danau Biwa yang harga semalamnya Rp12 juta.

Suatu kali saya juga pernah ke Freeport. Menumpang pesawat komersial yang dicarter Freeport, lalu sampai di Timika sambung naik helikopter ke Tembagapura. Itu pengalaman yang tidak terlupakan sebagai penulis. Sendirian berada di perusahaan tambang yang paling heboh se-Indonesia.

Saya juga pernah tinggal hampir dua bulan lamanya di PT Badak NGL, sebuah kilang gas yang pernah menjadi terbesar di dunia, di Bontang, Kalimantan Timur. 

Ada dua pekerjaan yang saya tuntaskan yaitu buku sejarah PT Badak NGL serta buku sejarah Kota Bontang berbasis foto masa lalu dan masa kini. Lebih dari Rp100 juta honor saya terima di luar akomodasi-transportasi bolak-balik Bandung-Bontang. 

Sewaktu menuliskan autobiografi seorang pengusaha kondang di Samarinda, Bapak M. Rusli, saya bolak-balik dan tinggal berhari-hari di Hotel Mesra Samarinda milik beliau. 

Pekerjaan saya melakukan wawancara, melakukan riset bahan, dan tentu saja menulis. Samarinda waktu itu seperti rumah kedua bagi saya.

Pengalaman tinggal berhari-hari di hotel juga saya alami ketika menuliskan buku petinggi Metropolitan Land (Metland), Bapak Nanda Widya. 

Saya tinggal dan bolak-balik di Hotel Horison Bekasi untuk mewawancarai beberapa narasumber, termasuk menteri dan mantan menteri. Para narasumber selalu bertanya latar belakang saya maka dengan gagah saya menjawab: Saya penulis!

***

Rumah yang saya tempati saat ini di Cimahi adalah hasil dari royalti buku. Renovasinya adalah hasil dari jasa penulisan. Begitu juga aset lain yang saya miliki semua berasal dari kerja penulisan-penerbitan selama lebih dari 20 tahun. 

Tentu saja meskipun tidak terlihat gagah, saya alhamdulillah tidak rentan secara ekonomi karena mengambil jalur lain dalam bidang penulisan.

Suatu hari pernah juga seorang jenderal menelepon saya. Beliau meminta bantuan untuk mengedit laporan kajian militer dari sebuah lembaga milik TNI. 

Saya membantu para peneliti dari TNI tersebut untuk membuat laporannya mudah dibaca, dipahami, dan benar dalam rujukan data-fakta. Pengalaman ini bagi saya membuktikan bidang apa pun dapat dimasuki oleh seorang penulis, termasuk bidang militer.

Pernah juga saya berkantor di Prudential. Urusannya mengedit lebih dari 400 dokumen asuransi. Tugas saya mengedit dan menyelaraskan bahasa dokumen agar sesuai dengan ejaan yang berlaku dan tidak menimbulkan multitafsir. Jadi, urusan asuransi juga dapat menjadi urusan penulis.

***

Karena itu, boleh saya katakan bahwa menulis adalah "mata uang" yang laku di mana pun, tidak peduli bidang apa pun. Sampai kini saya "rentan" berjalan-jalan tersebab kemampuan menulis dan menyunting. 

Penghasilan lain sebagai faktor ikutan (meminjam istilah Wahyudi), saya peroleh dari undangan mengisi pelatihan, seminar, dan lokakarya, termasuk juga menjadi konsultan untuk beberapa lembaga. 

Saya pernah dikontrak Qbaca Telkom untuk perjalanan road show di beberapa kota mengenalkan platform toko buku elektronik Qbaca. Alhasil, saya jalan-jalan dibiayai oleh Qbaca Telkom.

Perjalanan saya ke beberapa negara Asia dan Eropa, hampir semuanya gratis terkait dengan tugas penulisan-penerbitan. Karena itu, tidak salah kalau saya mengatakan penulis sejati itu justru rentan jalan-jalan. 

Di status FB, seorang penulis yang juga peneliti, Yusran Darmawan, mengisahkan bagaimana ia mendapat tawaran mengisi pelatihan jurnalistik dari KBRI Jeddah. Ia harus mengisinya di Makkah, Madinah, dan Jeddah. Alhasil, sekalian umroh "gratis". Tentu ini luar biasa.

Saya sendiri belum pernah diundang mengisi pelatihan menulis di luar negeri. Nah, mudah-mudahan ada yang ngundang. Aminkan Kompasianer ....

***

Jasa penulisan-penerbitan itu masih seperti laut biru sesungguhnya. Jarang ada penulis yang justru masuk ke dalamnya. Ada nama-nama yang saya kenal sudah menikmati jalur ini. 

Sebut saja, seperti Alberthiene Endah, Anang Y.B., Agoeng Widyatmoko, Yusran Darmawan, Dodi Mawardi, dan Iqbal Aji Daryono. 

Ada pemain kelas kakap dan ada pula pemain kelas teri. Kelas kakap tentu sudah mengantongi puluhan hingga ratusan juta dalam sekali proyek penulisan. 

Kelas teri ya nerima ratusan ribu rupiah sudah bahagia. Namun, yang teri segera dapat menjadi kakap. Yang kakap ya pensiun menikmati hari tua.

Potensi pasar jasa penulisan itu boleh jadi mencapai miliaran per tahunnya. Di lembaga pemerintah, jasa-jasa penulisan ini seperti tidak terlihat, tetapi ada banyak, termasuk jasa penulisan buku. 

Tentu untuk mendapatkan pekerjaan penulisan seperti ini, penulis harus membangun reputasi dan jejaring. Tanpa portofolio karya dan jejaring, orang tidak akan percaya.

***

Masih skeptis tentang profesi penulis? Penulis itu bagaimanapun harus terus dilahirkan di negeri ini. Kalau tidak ada yang menulis, masyarakat kita mau membaca apa? Sama halnya kalau tidak ada yang membaca, buat apa kita menulis? Jadi, menulislah agar penulis tetap jalan-jalan.[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun