Malam Jumat kemarin, saya tergerak untuk menonton kembali film Equalizer---berkisah tentang pensiunan CIA yang pernah menjadi "mesin pembunuh". Film yang sudah beberapa kali saya tonton karena terkesan dengan sosok Robert McCall yang diperankan dengan sangat baik oleh Denzel Washington ini memberi kesan tersendiri.
Sebagai latar belakang, ada ritual Robert membaca buku saat malam hari ketika ia tak dapat memejamkan matanya. Ia pergi ke sebuah restoran di pinggir jalan, meminum segelas teh (teh celup ia bawa sendiri dari rumah), lalu ia mulai membaca. Buku yang dibacanya masuk di dalam daftar 100 buku yang harus dibaca sebelum mati.
Ritual membaca seratusan buku itu sebenarnya ia lanjutkan dari istrinya yang telah tiada. Sang istri belum menuntaskan tantangan 100 judul itu dan berhenti pada buku ke-91 karena ia keburu meninggal.Â
Di dalam film Robert telah menuntaskan bacaannya berjudul The Old Man and The Sea karya Ernest Hemingway sebagai buku ke-97. Malam-malam selanjutnya ia mulai membaca Don Quixote karya Miguel de Cervantes Saavedra. Latar membaca buku dari jenis novel klasik ini menarik.
Daftar 100 buku terbaik sepanjang masa termuat salah satunya di media The Guardian. Sederet karya dari para penulis dunia muncul di daftar itu. Sebut saja para penulis ternama, seperti Leo Tolstoy (Rusia), Edgar Allan Poe (AS), HC Andersen (Denmark), Franz Kafka (Bohemia), Charles Dickens (Inggris), William Shakespeare (Inggris), hingga Jalaluddin al-Rumi (Afghanistan).
Dari mana muncul daftar 100 buku terbaik ini? Adalah Klub Buku Norwegia yang  meminta 100 penulis dari 54 negara di seluruh dunia untuk mencalonkan sepuluh buku yang memiliki dampak paling menentukan terhadap sejarah budaya dunia, dan meninggalkan bekas pada pemikiran penulis sendiri.Â
Don Quixote dinobatkan sebagai buku teratas dia dalam sejarah dari daftar ini, namun memang tidak ada pemeringkatan yang dilakukan untuk buku-buku lainnya.
Bagaimana dengan Indonesia? Sependek pengetahuan saya memang belum ada daftar 100 buku yang perlu dibaca oleh orang Indonesia sebelum mati. Tentu saja buku yang memang berasal dari karya orang Indonesia. Walaupun demikian, pengelompokan yang pernah dilakukan Majalah Tempo mungkin dapat juga menjadi rujukan.
Majalah Tempo pernah mengeluarkan edisi khusus 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Di dalam laporan khususnya, Tempo mendaftar 100 catatan yang merekam perjalanan sejarah bangsa---catatan yang ditulis oleh orang Indonesia maupun orang asing.Â
Para pakar dilibatkan untuk diskusi menentukannya, yaitu Taufik Abdullah, Goenawan Mohamad, Parakitri T. Simbolon, Ignas Kleden, Asvi Warman Adam, serta Putut Widjarnako.Â
Daftar tersebut adalah daftar catatan bukan hanya buku. Kategori catatan yang disebutkan, yaitu maklumat, peta, pidato, catatan harian, puisi, prosa, serta buku fiksi dan nonfiksi, yang terbit dalam rentang waktu satu abad (1908-2008). Pemilihan didasarkan pada kemampuan teks-teks tersebut menghadirkan imaji tentang Indonesia secara kuat.
Tentu saja penyusunan senarai catatan penting ini bersifat sepihak yang disusun oleh para pakar dan mengandung subjektivitas. Berbeda halnya dengan yang disusun oleh Klub Buku Norwegia. Boleh jadi memang ada catatan yang sebenarnya juga sangat penting, tetapi tidak termasuk di dalam daftar alias senarai tersebut.
Di dalam senarai Tempo terdapat buku-buku nonfiksi di antaranya Di Bawah Bendera Revolusi (Soekarno), Madilog (Tan Malaka), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Koentjaraningrat), dan Manusia Indonesia (Mochtar Lubis). Bahkan, buku lawas P.K. Ojong yang berjudul sama dengan media ini Kompasiana juga termasuk ke dalam 100 catatan penting.
Dari deretan karya fiksi novel terdapat di antaranya Tetralogi Pulau Buru (Pramoedya Ananta Toer), Sitti Nurbaya (Marah Rusli), Belenggu (Armijn Pane), Dari Ave Maria Ke Jalan Lain Ke Roma (Idrus), Layar Terkembang, (Sutan Takdir Alisjahbana), Salah Asuhan (Abdul Muis), Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (Hamka), dan Burung-burung Manyar (Y.B. Mangunwijaya).
Jika ingin menakar daya literasi kita, paling tidak buku-buku yang terdapat di dalam 100 catatan penting ini masuk ke dalam daftar bacaan wajib siswa sekolah, bahkan mahasiswa. Karena itu, jangan sampai terjadi generasi muda menanyakan: Siapa sih Pramoedya? atau Siapa sih Chairil Anwar?
Jika mau lebih serius lagi, pemerintah bersama komunitas literasi dapat menentukan daftar 100 buku fiksi dan 100 buku nonfiksi yang penting dibaca sepanjang masa sebelum meninggalkan dunia fana ini---tentu saja dengan pengecualian kitab suci (ini wajib dibaca).Â
***
Malam selanjutnya, saya ingin menonton sekuel Equalizer. Â Robert McCall dikisahkan sebagai latar masih menenteng buku untuk menyelesaikan tantangan membaca 100 bukunya. Buku apakah gerangan?[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H