Menangis bukan keterampilan dan itu terjadi pada setiap orang. Mengubah tangisan menjadi tulisan juga bukan sebuah keterampilan, tetapi kemauan untuk melepaskan emosi-emosi yang mengendap bersamaan dengan keluarnya air mata.
Teknik ini biasa dikenal dengan nama free writing. Karena itu, menangis lalu menulis adalah keniscayaan untuk siapa pun dan dapat dipraktikkan begitu saja.
Dari kebiasaan itu maka akan muncul sebuah keterampilan mengungkapkan perasaan, lalu pikiran. Itulah yang kemudian dapat ditata hingga menjadi sebuah tulisan yang layak muat dan layak baca.
Oh ya, saya jadi ingat tulisan populer tahun 1980-an yang berasal dari rubrik sebuah majalah wanita. Anda tahu? Itulah Oh Mama, Oh Papa. Redakturnya yang hebat mampu mengubah tangisan menjadi tulisan. Kalau tidak salah, hampir semua cerita itu pengisahnya adalah wanita.
***
Di dalam bukunya Writing for Therapy, Mbak Naning memaparkan berbagai penelitian tentang ampuhnya tulisan dijadikan sebagai terapi, terutama bagi mereka yang mengalami luka batin.
Dalam acara Sabtu pagi di Institut Penulis Indonesia, Mbak Naning juga memaparkan kisah-kisah getirnya yang coba ia lawan dengan menuliskannya. Mengubah tangisan menjadi tulisan itulah yang dilakukan Mbak Naning sebagai suatu proses kreatif yang juga dapat dilakukan oleh siapa pun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H