Seorang teman berkisah tentang jawaban mengundang senyum kecut dari pertanyaan yang dilontarkan saudaranya saat acara kumpul keluarga pada momen lebaran lalu.
"Kamu bekerja di mana sekarang?"
"Di penerbit, Bude ...."
"Oh, yang bikin kalender dan kartu nama, ya?"
Mereka yang bekerja di penerbit seperti editor pastilah gusar mendengar jawaban itu. Umumnya masyarakat kita memang tidak dapat membedakan antara penerbit dan pencetak (sering disebut percetakan). Tentulah berbeda antara publisher dan printer ibarat desainer dan tukang jahit. Penerbit utamanya bekerja dengan gagasan dan teknologi informasi, sedangkan pencetak bekerja dengan mesin-mesin cetak beserta perlengkapannya.
Di penerbit bekerja para penulis, penerjemah, editor, dan desainer. Adapun di pencetak, bekerja para operator mesin cetak.
Beberapa istilah dalam dunia penerbitan dan penulisan yang berasal dari bahasa Inggris memang sering kali tercampur aduk sehingga menjadi kacau. Di medsos saya sering  membaca status seorang penulis yang katanya "dikejar dateline". Tentu saja maksudnya deadline alias tenggat dalam bahasa Indonesia, bukan dateline yang bermakna baris tanggal.
Mungkin karena ada kata "date" sang penulis mengira ia memang berurusan dengan tanggal, padahal ia sedang berurusan dengan "kematian". Duh, seram amat. Namun, ya begitu bukan hanya NKRI, deadline juga harga mati.
Di dalam penerbitan media massa atau media berkala (koran, majalah, tabloid, jurnal) memang lazim dikenal istilah dateline yaitu baris informasi tentang media dan waktu penerbitan sebuah artikel. Ada lagi istilah by-line yang artinya baris kepemilikan yang memuat informasi nama penulis (author/writer) dari sebuah tulisan.
Di dalam penerbitan buku, sering juga terjadi kekeliruan campur aduk yang dilakukan turun-temurun. Umumnya para penulis, bahkan penerbit juga, tidak dapat membedakan antara kata pengantar (foreword) dan prakata (preface). Padahal, ini dua bentuk tulisan yang berbeda walaupun sama-sama diletakkan pada bagian awal (preliminaries) sebuah buku.Â
Pembedanya bahwa kata pengantar ditulis oleh orang lain yang bukan penulis. Logikanya yang mengantar itu pasti orang lain, tidak mungkin penulis mengantar dirinya sendiri. Adapun kulonuwun dalam sebuah buku atau karya tulis lainnya yang ditulis oleh penulis sendiri namanya prakata. Umumnya karya tulis seperti skripsi, tesis, disertasi masih menggunakan istilah 'kata pengantar', padahal ditulis oleh si pembuat karya tulis itu.
Ada satu hal lagi dalam penulisan karya tulis, terutama karya tulis ilmiah. Banyak penulis atau peneliti yang tidak dapat membedakan antara daftar pustaka (bibliography) dan daftar rujukan/acuan (references). Saya pernah menulis tentang ini juga di Kompasiana tahun 2015. Dapat dicek di sini.
Apa bedanya? Daftar pustaka adalah daftar referensi (buku, media berkala, karya tulis ilmiah, dsb.) yang digunakan untuk menulis. Sifatnya dapat hanya berupa bacaan, tidak dirujuk langsung di dalam teks. Daftar pustaka juga dapat memuat media daring (online), siaran radio, siaran televisi, unggahan video seperti dari Youtube, atau karya-karya yang belum dipublikasikan sebagai referensi.
Adapun daftar rujukan/acuan memuat daftar referensi yang dirujuk langsung di dalam teks atau sebaliknya. Di dalam karya tulis ilmiah atau jurnal mutlak menggunakan daftar rujukan ini. Sitasi (citation) atau cara merujuk referensi ini juga dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu merujuk langsung ke dalam teks (in-text references/in-notes), merujuk dengan catatan kaki (foot notes), dan merujuk dengan catatan akhir (end notes). Jadi, kata 'rujuk' di situ sudah menyiratkan adanya keterhubungan/kaitan langsung antara bahan yang dibaca/digunakan dengan teks yang ditulis.Â
Karena itu, jika terjadi kasus sebuah kutipan disebut di dalam teks, tetapi tidak ada di daftar rujukan, teks terindikasi plagiat. Demikian pula, jika ada di dalam daftar rujukan, tetapi tidak ada kutipannya di dalam teks, teks juga disebut terindikasi plagiat.
***
Itu sekadar serba-serbi dua istilah yang sebenarnya berbeda di dalam dunia penulisan-penerbitan. Semestinyalah sebagai penulis kita mengacu pada makna yang sebenarnya atau mengecek dulu penggunaan sebuah istilah. Jadi, mari menuntaskan pekerjaan sesuai dengan deadline, bukan dateline biar Mas/Mbak editor tidak tersenyum masam.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H