Jadi, praktik-praktik plagiat itu sudah teridentifikasi dan dapat dideteksi oleh peranti. Namun, deteksi itu tetap memerlukan keputusan seorang manusia yang mampu meninjau apakah duplikasi tulisan dari sumber-sumber di internet itu melanggar ketentuan perlindungan hak cipta, etika akademis, atau tidak.
Karena itu, hal yang harus dipahami bahwa peranti pengecek plagiarisme bukanlah alat serbatahu yang dirancang untuk menangkap para plagiator. Peranti ini digunakan untuk mengecek duplikasi tulisan dan kemungkinan indikasi plagiat karena tidak adanya kutipan (citation) atau kekeliruan dalam mengutip.
Salah paham tentang peranti pengecek plagiarisme semoga dapat dieliminasi. Sebarkan saja artikel ini, terutama kepada para pemegang otoritas di kampus-kampus yang menangani penerbitan karya tulis ilmiah. Jangan sampai ketentuan persentase tadi yang langsung dicap plagiat malah mendorong penulis untuk melakukan trik-trik mengubah (parafrasa) tulisan orang lain sehingga melanggar hak moral penulis asli.[]Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H