Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Efek Dilan dan Literasi yang Tertolak

4 Februari 2018   09:18 Diperbarui: 8 Februari 2018   06:36 5811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumat, 2 Februari 2018

Beberapa hari ke belakang begitu berkecamuk di benak saya tentang anak muda Indonesia. Pertama, tentang tokoh fiktif rekaan Pidi Baiq bernama Dilan yang segera menjadi magnet sebangsa dan setanah air. Kedua, tentang merasa gagahnya seorang mahasiswa mengacungkan "kartu kuning" kepada Presiden Jokowi sebagai bentuk peringatan dan protes terhadap beberapa permasalahan bangsa yang menurutnya belum tuntas. Ketiga, tentu saja kabar menyesakkan dada tentang seorang guru SMA muda yang dipanggil Pak Budi harus tewas di tangan muridnya saat proses belajar mengajar.

Pertanyaan lazim orang yang sok tua dan sok tahu seperti saya, "Mau ke mana anak-anak muda kita kini?" atau "Ada apa dengan anak-anak muda kita kini?"

Kisah Dilan, mahasiswa bernama Zaadit, dan Pak Budi seperti menyambungkan sehelai benang merah dari sehelai kain hasil tenun kebangsaan. Romantis, heroik, sekaligus miris yang membuat benang merah itu mengandung warna delima dan darah. Warna itu dipercayai beberapanya terbentuk dari literasi.

Tulisan saya ini memang berfokus pada literasi sebagai sebuah karya dan peristiwa sebagai buah dari keliterasian. Kita dapat belajar dari satu rangkaian peristiwa terkait Dilan, Zaadit, atau Pak Guru Budi.

Dalam perjalanan menumpang kereta Argo Parahyangan Premium ke Bandung menjelang Maghrib, saya terus memikirkannya sembari terkantuk-kantuk---efek dari kelelahan memberikan pelatihan penulisan 3 hari berturut-turut sebelumnya. Tiba-tiba suara Dilan versi Iqbaal CJR---sepertinya tren nama generasi milenial itu huruf vokal 'a' dibuat ganda Iqbaal dan Zaadit---yang baru saya tonton dari official thriller-nya bergema:

Menulis (tentang ini) itu berat. Kamu nggak kan kuat. Biar aku saja.

Namun, saya paksakan tetap menulis keesokan harinya ....

Sabtu, 3 Februari

Siang itu saya mampir di sebuah jejaring toko buku besar. Dua novel karya Pidi Baiq yaitu Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990 dan Milea: Suara dari Dilan terpajang langsung di deretan pertama. Posisi yang didapat kembali setelah filmnya ditayangkan dan mulai merambat menjadi film box office di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun