Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Literasi "Hangat-hangat Tahi Ayam"

6 Mei 2017   12:29 Diperbarui: 7 Mei 2017   10:05 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Saya menilai usaha itu sebagai hangat-hangat tahi ayam. Secara keseluruhan belum terlihat planning yang jelas dan usaha tekun yang terus-menerus. Proyek itu merupakan jalan pintas yang patut dihargai, tetapi proyek itu seharusnya merupakan bagian dari kebijaksanaan untuk selanjutnya."

Kalimat-kalimat agak pedas itu bukan dari saya, melainkan dari seorang Ajip Rosidi yang dilontarkan sekira 40 tahun lalu saat ia menjabat sebagai Ketua Ikapi Pusat. Ajip yang waktu itu adalah "panglima perbukuan nasional" berkali-kali mengkritik kebijakan pemerintah di bidang perbukuan. Ia menyayangkan tiadanya kebijakan pemerintah yang "tunggal dan terpadu" sehubungan dengan amat pentingnya peranan buku di dalam masyarakat.

Upaya memasyarakatkan buku hanya berlangsung melalui proyek seperti Proyek Inpres yang mengadakan buku untuk perpustakaan sekolah secara besar-besaran. Tapi, usaha itu menurut Ajip belum bertitik tolak dari kesungguhan memasyarakatkan buku.

Lalu, mari kita kembali ke masa kini. Urusan perbukuan itu dianggap menjadi lebih serius dengan nama urusan literasi. Serius dan lebih menyengat ketika Indonesia ditempatkan sebagai negara peringkat 60 dari 61 negara paling literat berdasarkan riset Central Connecticut State University pada 2016 tepat sebulan setelah Mendikbud Anies Baswedan meluncurkan Gerakan Literasi Sekolah dan beberapa bulan setelah Indonesia menjadi tamu kehormatan di event bergengsi Frankfurt Book Fair 2015. Dalam riset itu, Indonesia setingkat berada di atas Botswana dan setingkat di bawah Thailand. Adapun Singapura berada pada urutan ke-36 dan Malaysia ke-53.

Semangat Literasi

Tanggal 2/5 kemarin, Presiden Jokowi menerima puluhan pegiat literasi dan pengelola taman bacaan masyarakat (TBM) di Istana Negara. Para pegiat literasi dan pengelola TBM itu menyampaikan 8 Bulir Pesan Literasi untuk Presiden. Salah satu isi pesan adalah bahwa para pegiat itu tidak percaya minat baca masyarakat Indonesia rendah, tetapi lebih karena minim akses terhadap buku. Kedua, para pegiat literasi dan pengeola TBM juga mendesak Presiden mengeluarkan Inpres tentang literasi agar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berperan aktif serta mendukung gerakan literasi.

Pendeknya, kedelapan pesan literasi itu sebenarnya adalah pesan yang telah didengungkan sejak Orde Baru berdiri oleh para pegiat literasi di Tanah Air ini. Soal harga buku yang mahal, soal pajak buku yang memberatkan, soal ketersediaan buku yang tidak merata, dan soal dukungan pemerintah terkait pengembangan buku serta minat baca masyarakat, itu semua sudah berbusa-busa disampaikan.

Pesan itu masuk ke telinga, entah kiri entah kanan, tetapi kemudian menguap di udara. Hingga akhirnya kemudian setelah 41 tahun Ajip Rosidi mengidekan perlunya ada UU Buku--saat ia berbicara di Parlemen tanggal 19 September 1975 dan membandingkannya dengan Argentina--barulah pada 27/4/2017, UU Sistem Perbukuan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR. Itu sudah menjadi produk hukum tertinggi yang mengatur soal literasi dan perbukuan. Tapi, perjuangan ternyata belum selesai, Kawan ....

Istilah 'literasi' sebenarnya tidak terbatas pada baca-tulis. Memang sewaktu Gerakan LIterasi Sekolah diluncurkan oleh Kemendikbud, sebagian besar guru tidak paham ketika ditanya apa itu literasi. Kebanyakan menjawab baca-tulis atau dengan kata lebih sulit 'keberaksaraan'. Saya mengalaminya sendiri saat mengisi acara di Palangkaraya dan di Kemendikbud. Wajar, jika Pak Jokowi juga bertanya kepada para pegiat literasi tadi.

"Pegiat literasi, yang gampangnya ini apa, ya? Literasi itu apa, ya? Pegiat minat baca, kata yang lebih sederhana, begitu saja," tanya Jokowi ketika menerima para pegiat literasi.

Saya yakin para pegiat literasi itu juga akan berpikir dulu menjelaskan apa itu 'literasi' karena memang uraiannya dapat panjang, apalagi jika dikaitkan dengan literasi informasi (Deklarasi Praha, 2003) yang terdiri atas literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi teknologi, literasi visual, dan literasi media. Itu pula yang mencuat saat rapat kerja RUU Sisbuk antara DPR dan Pemerintah. Ada anggota DPR yang meminta penjelasan rinci soal literasi. Akhirnya, saya yang saat itu menjadi anggota tim pendamping ahli diminta bicara. Saya mengutip definisi literasi informasi dari Deklarasi Praha 2003.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun