Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Penulis Perlu Ikut Tes UKBI

30 Juli 2016   08:36 Diperbarui: 30 Juli 2016   15:18 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumat (28/7) kemarin saya diundang untuk menjadi narasumber penyusunan soal menulis Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) yang diselenggarakan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kemdikbud. Saya sempat bertanya apakah sudah ada standar UKBI untuk profesi penulis. 

Ternyata, untuk penulis belum ditetapkan standar UKBI-nya. Mungkin karena belum ada yang mewakili profesi penulis dalam bentuk asosiasi untuk menetapkan standar. Berbeda halnya dengan profesi lain, seperti pengacara, militer, guru, dan peneliti sudah memiliki standar UKBI.

Dalam sejarahnya, seperti yang saya kutip dari situs UKBI bahwa UKBI dirintis melalui berbagai peristiwa kebahasaan yang diprakarsai Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan Nasional. Gagasan awal mencuat dalam Kongres Bahasa Indonesia IV pada tahun 1983. Selanjutnya, dalam Kongres Bahasa Indonesia V pada tahun 1988 muncul pula gagasan tentang perlunya sarana tes bahasa Indonesia yang standar. Oleh karena itu, Pusat Bahasa mulai menyusun dan membakukan sebuah instrumen evaluasi bahasa Indonesia. 

Pada awal tahun 1990-an, instrumen evaluasi itu diwujudkan, kemudian dinamai dengan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). UKBI lebih maju lagi dikukuhkan dengan Surat Keputusan Mendiknas Nomor 152/U/2003 tanggal 28 Oktober 2003 sebagai sarana untuk menentukan kemahiran berbahasa Indonesia di kalangan masyarakat. Jadi, semestinya penulis atau editor juga dites UKBI untuk menakar kemahirannya.

Hasil tes UKBI terdiri atas tujuh level atau tingkatan kemahiran, yaitu

  1. Istimewa jika rentang skor 750-900; 
  2. Sangat Unggul jika rentang skor 675-749; 
  3. Unggul jika rentang skor 525-674; 
  4. Madya jika rentang skor 375-525; 
  5. Semenjana jika rentang skor 225-374; 
  6. Marginal jika rentang skor 150-224; dan
  7. Terbatas jika rentang skor 0-149.

Nah, menurut Anda para penulis harusnya berada pada level UKBI yang mana? Menurut saya para penulis minimal harus berada pada level Unggul karena para penulis juga berfungsi mengedukasi masyarakat pembaca dalam penggunaan bahasa Indonesia. Adapun editor harus pada level Sangat Unggul dan Istimewa karena ia memeriksa penggunaan bahasa para penulis. 

Kalau ditelusuri (salah satunya dengan cara membaca acak tulisan yang diposkan) memang kemampuan berbahasa sebagian besar Kompasianer memprihatinkan, terutama soal bahasa tulis dan penerapan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI pengganti EYD). Banyak kesalahan dilakukan pada hal-hal elementer, seperti penggunaan tanda baca, kata (ejaan) baku, dan bentuk baku. 

Tampaknya, boleh juga Kompasiana menggelar UKBI massal untuk para Kompasianer. Benarkah pengamatan saya ini bahwa sebagian besar bahasa Indonesia Kompasianer masih pada level semenjana alias sedang-sedang saja atau malah marginal--berada pada ambang batas memprihatinkan? UKBI dapat memperlihatkannya.

Berdasarkan informasi yang saya dapatkan bahwa untuk tes menulis memang paling rendah kemampuan sebagian besar masyarakat kita. Tes tertulis dilaksanakan dengan bantuan sajian visual dan kalimat pemancing (2-3 kalimat) pada lembar soal. Peserta tes harus menulis wacana sebanyak 200 kata dalam tempo 30 menit berdasarkan kalimat pemancing dan visualisasi. 

Ada peserta yang saking tidak memiliki ide malah menyalin kalimat-kalimat di dalam soal secara utuh. Mungkin kebiasaan copas juga atau memang benar-benar mentok soal menulis.

Tes UKBI masih diselenggarakan secara luring (offline) di Badan Bahasa atau Balai Bahasa di daerah. Ada tes tertulis secara manual dan ada juga tes tertulis yang sudah menggunakan komputer, bergantung pada fasilitas yang tersedia. Adapun tes tertulis secara daring (online) masih dalam rintisan karena dari diskusi yang saya ikuti memang banyak faktor yang harus dipersiapkan dan diantisipasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun