Sinonim palsu juga berkembang menjadi kasar menuju halus, seperti bajakan, abal-abal, aspal, imitasi, dan KW (kwalitas >> kualitas).  KW itu adalah sinonim halus dari kepalsuan, bahkan ada tingkatannya lagi berdasarkan angka. Entah sampai angka berapa urutan KW itu. Ada yang tahu?Â
Sebagai bangsa humoris maka kepalsuan juga muncul pula dalam pentas-pentas parodi untuk menertawakan kepalsuan di sekeliling kita. Program acara televisi juga terang-terangan menghadirkan dikotomi palsu dan asli; merekayasa sesuatu sebagai settingan yang membuat pemirsa termehek-mehek. Pada dasarnya sebagian besar masyarakat memang senang disodori kepalsuan yang mengaduk-aduk emosi.
Di media daring, pembuat berita palsu menggunakan kata-kata penuh energi kepalsuan: terkuak, terungkap, terbongkar, tersingkap, terbukti. Ya, seperti tulisan ini.
Kasus vaksin palsu telah menjadi puncak dari gunung es yang tampak ke permukaan betapa Indonesia menjadi "surga" kepalsuan. Dalam sikap, kepalsuan menjadi kepura-puraan yang membentuk kebiasaan. Beberapa orang lebih bangga menggunakan barang bermerek meskipun itu barang KW, lalu berpura-pura itu sebagai barang asli (orisinal). Atau kebalikannya, seorang penting  yang menggunakan barang mahal ori, menyangkalnya dan menyebut itu barang KW agar tidak menghilangkan kesan kebersahajaannya di mata rakyat--orang penting itu malah jujur adalah wajar menggunakan barang palsu.Â
Ketika atasan memergoki bawahannya tengah mencari Pokemon pada jam kerja, sang bawahan pun berpura-pura sibuk dan beralasan bertemu mitra atau mencari peluang laba. Di Facebook banyak orang berpura-pura bahagia ataupun mesra dengan pasangannya; atau berpura-pura saleh, berpura-pura berkelimpahan rezeki, dan berpura-pura bersyukur--maka di FB dapat ditemukan kepalsuan status dan kepalsuan akun yang berlimpah.
Ah, jangan-jangan saya dan Anda juga menulis di sini penuh dengan kepura-puraan supaya dikira benar-benar penulis--menggunakan data dan fakta KW3 atau berpura-pura menjadi pengamat agar seperti tampak serius mengurusi bangsa ini. Saya atau Anda mungkin juga menggunakan komputer dengan program dan aplikasi palsu. Hanya Tuhan yang tahu bahwa kita ini memang tidak mampu atau tidak mau membeli barang asli. Semoga Tuhan mengasihani kita.
Indonesia menjadi surga KW memang tidaklah mengherankan jika kita menjejaki terbentuknya karakter "kreatif" memalsukan dan karakter konsumen yang tak jeli sekaligus tak cerdas. Karakter ingin mengeruk keuntungan dengan mudah dan tidak memikirkan orang lain juga terus bertumbuh seiring waktu pada para produsen kepalsuan. Negara seperti tidak hadir melindungi warganya karena kepalsuan juga boleh jadi mengepung pemerintah--apakah itu kepalsuan data, kepalsuan visi dan misi, atau kepalsuan melaksanakan SOP.
Adanya barang palsu menjadi berita baik untuk mereka yang mendamba kemurahan karena tak sanggup membeli yang asli. Berita buruknya jika kepalsuan menjadi kejahatan luar biasa yang dapat menghilangkan satu generasi seperti yang mengemuka pada kasus vaksin palsu. Namun, pikiran kreatif mengatakan tidak usah khawatir karena kita juga mungkin mampu memproduksi generasi palsu. Hehehe.
Semoga tulisan ini hoax belaka. Mana ada surga KW3 .... Saya sengaja menaruhnya di kategori Humaniora bukan Fiksiana sebagai kamuflase. Namun, yang jelas saya tidak pernah mendamba masuk surga KW3.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H