Dalam kata pengantarnya, Jakob Oetama menuliskan: "... Sungguh menarik, justru saat ini, tatkala reformasi sedang berkembang menjadi masa pancaroba, sosok Manusia Indonesia seperti dilukiskan wartawan-budayawan itu lebih kuat lagi aktualitas dan relevansinya ...."
Sebelum jauh melantur malah membahas tulisan Mochtar Lubis, saya "kembali ke laptop". Tip jitu menulis untuk dibaca atau konkretnya menulis agar dibaca adalah keseringan dan kegemaran kita juga untuk membaca. Jika seorang penulis benar-benar bernafsu tulisannya dibaca sebanyak mungkin pembaca sasaran, jelas ia harus membaca sebanyak mungkin tulisan bermutu yang menarik minatnya. Jejak tulisan bermutu itu akan menitipkan memori di benaknya beginilah seharusnya menulis. Mustahil sebuah tulisan menjadi magnet ketika sang penulisnya sendiri benci membaca, kecuali, ya kecuali yang dituliskannya adalah sampah berbungkus parfum--sesuatu yang tidak mustahil pada zaman Kalabendu seperti sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H