Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Suatu Siang Bersama Founder Maicih

9 Juli 2016   21:14 Diperbarui: 9 Juli 2016   21:32 1042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Lalu saya bertanya, "Apakah kapok untuk berbisnis rumah makan?"

"TIdak, Pak. Kami berdua ini tukang makan. Kami akan coba lagi nanti  jika saatnya tiba," jawab Bob penuh keyakinan, "Kami hanya kapok gunakan dana pinjaman!" lanjutnya.

Berbeda dengan kisah yang saya temukan di internet, awal mula bisnis keripik ini karena Bob dan istrinya yang telah berteman sejak SMP memang dikenal senang makan keripik singkong pedas. Dua sahabat akrab yang kemudian menjadi sejoli ini selalu berburu keripik singkong pedas sebagai camilan dengan rasa yang menurut mereka pantas. Saat menikah, mereka ingat nostalgia memakan kripik pedas hingga kemudian berburu ke beberapa tempat penjualan keripik di Bandung, termasuk mereka pernah temukan di belakang Gramedia Jalan Merdeka. Dari situ muncul ide bisnis menjual keripik singkong pedas karena "objeknya" memang sulit ditemukan. Beberapa yang ditemukan, rasanya tidak memenuhi tingkat selera pada lidah mereka yang sudah fasih dengan rasa enak ini. Daripada susah, coba buat sendiri saja dan dijual. Begitu pikir mereka.

Kebetulan ada tante mereka yang paham soal masakan sehingga memberikan saran tentang bumbu. Mulailah dilakukan ujicoba menggunakan bumbu keripik singkong. Try and error.

"Jadi, pas pertama berproduksi, rasa keripik Maicih itu bisa berubah-ubah, Pak. Soalnya serba coba-coba." jelas sang istri sambil tersenyum mengenang saat-saat awal mereka berusaha.

Soal level kepedasan juga menjadi cerita tersendiri. Harus diakui bahwa Maicih-lah yang menjadi pioner penggunaan level kepedasan dalam makanan. Awalnya juga tidak disengaja. Ada reseller yang menanyakan mengapa produk yang sekarang lebih pedas daripada produk yang sebelumnya. Tidak kehilangan akal untuk menjawab, secara kreatif akhirnya mereka mengatakan itu berbeda level kepedasan. Dari sanalah ide membuat level itu dimaklumkan. Begitupun soal resep Maicih mulai distandardisasi, termasuk takaran bumbu. Perlu beberapa tahun untuk melakukannya menjadi standar jelas Bob.

Kini Maicih sebagai produsen makanan yang pasar besarnya sebagai produk oleh-oleh telah memiliki 13 varian produk. Salah satu varian dihadiahkan kepada saya sebagai oleh-oleh yaitu batagor instan. Kelebihan produk ini minus bahan pengawet sehingga ketahanannya hanya satu tahun, tetapi tentu aman sebagai makanan. 

"Pengawetnya dari rempah-rempah saja, Pak. Produk ini juga mulai berkembang memberikan kontribusi pendapatan signifikan di samping keripik singkong," ujar Bob.

Lantas apakah kedua suami istri yang kompak ini memang punya latar belakang pengetahuan makanan? 

"Tidak, Pak. Kami hanya senang makan. Dan kami tipikal yang setia kalau sudah menemukan tempat makan yang enak," kata Bob lagi yang belatar belakang pendidikan Administrasi Niaga dari Unpar ini. Bob putra Sunda yang sangat menggemari masakan Padang. Sebaliknya, istrinya yang punya darah Minang malah menggemari masakan Sunda. 

Perbincangan saya dengan Bob dan istrinya singkat saja, tidak sampai satu jam. Saya mengagumi tipikal pengusaha muda suami-istri ini yang membangun bisnisnya memang dari renjana (passion). Terlihat seperti kebetulan, tetapi kemudian benar-benar menjadi serius. Mereka juga mampu mengusung ide-ide kreatif mulai soal pengemasan, desain produk, hingga pada pola pemasaran. Bagaimana dengan pesaing? Jelas mereka memilikinya yang head to head adalah keripik berjenama Karuhun. Namun, itu dianggap sebagai sesuatu yang alamiah dalam bisnis dan Maicih akan terus konsisten mengembangkan produk, meningkatkan kualitas produk, serta layanan pemasarannya secara kreatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun