Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Indonesiaku Tak Punya Kapasitas Jadi Kekuatan Dunia

8 Juli 2016   22:01 Diperbarui: 8 Juli 2016   22:14 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau yang mengatakan seorang profesor, apalagi dari negeri yang tak jauh dari Indonesia, menghunjam juga ke ulu hati. Indonesia, katanya dalam kuliah umum di kampus Universitas Melbourne (5/7/2016) tidak punya kapasitas untuk menjadi kekuatan dunia. Dia adalah Profesor Richard Robison yang dikenal lewat karya-karyanya mengenai ekonomi politik Indonesia, di antaranya Indonesia: The Rise of Capital yang telah menjadi buku referensi berpengaruh. 

Adalah mahasiswa asal Indonesia di Universitas Melbourne yang dipandu oleh dosen di universitas tersebut, Profesor Vedy R Hadiz, berinisiatif menggelar kuliah umum menghadirkan sang Profesor (seperti diberitakan Kompas.com). Boleh jadi saat itu mahasiswa Indonesia sebagian besar tersinggung atau sebagian kecil tersungging senyumnya membenarkan. Lha, bisa-bisanya profesor ini melontarkan komentar yang tidak mengenakkan menjelang Hari Raya Idulfitri dan pada malam takbiran pula--tetapi memang tidak ada hubungan. 

Prediksi soal itu salah satunya dilatari alasan tidak terlihat adanya intensi (ciri/tujuan) dan kapasitas pemimpin politik serta ekonomi untuk memproyeksikan kekuatan Indonesia. Karena itu, Indonesia tidak punya "proyektor" untuk memperlihatkannya ke pentas dunia. Mungkin kalau masih ada GBHN, itu dapat menjadi proyektor atau paling tidak sebuah rancangan strategis dalam kisaran 20-30 tahun ke depan. Akan tetapi, kita pada lebaran kali ini masih disibukkan urusan dalam negeri dari soal kasus horor "Brexit" dan infrastruktur mudik yang belum memadai hingga lebaran Pak Jokowi di ranah Minang yang menimbulkan sejumput praduga. 

Jadi, tunggu dulu deh Prof, kami belum dapat menanggapi secara serius komentar Anda itu. Soalnya Anda memberi kuliah umum pada malam menjelang lebaran. Kami masih harus bermaaf-maafan, termasuk memaafkan Anda terlebih dahulu.

"Kita menyadari bahwa jika sebuah negara memproyeksikan kekuatannya ke panggung internasional, maka negara itu bisa menjadi negara yang kuat," ujar Richard menjawab pertanyaan seorang mahasiswa pada sesi diskusi.

"Dan, negara yang kuat itu diukur dari kemampuannya memengaruhi the setting of rules dan seterusnya," sambung dia.

Jadi, Indonesia dianggap tidak memiliki kemampuan memengaruhi hegemoni dunia yang kini sebagian besar masih dipegang Amerika--selain tentunya juga China yang memegang kartu truf di bidang ekonomi. Indonesia tidak layak untuk siap memasuki pertarungan besar para adidaya itu sebagai wakil Asia. Kapasitasnya dipertanyakan meskipun negeri ini termasuk banyak menggelontorkan dana untuk kegiatan capacity building. Hehehe.

Menariknya, Prof. Richard menambahkan bahwa Indonesia seperti negara tidak jelas dengan rakyat yang tidak jelas. Ia bilang Indonesia mungkin memiliki intensi untuk menunjukkan pengaruhnya, tetapi dalam bidang apa? Tidak ada pengembangan suatu tujuan yang jelas untuk misalnya mengekspor keahlian tertentu. 

Lagi-lagi ini tamparan buat kita yang dianggap tidak punya kompetensi yang layak untuk diekspor. Apa Prof. Richard memang tidak tahu kompetensi lateral bangsa ini? Mungkin beliau patut membaca novel Nagabumi karya Seno Gumira Adjidarma tentang seorang pendekar Nusantara yang berjuluk Pendekar Tanpa Nama dan jurus andalannya adalah jurus Tanpa Bentuk--ia bergerak dalam diam dan diam dalam bergerak. Intinya kompetensi bangsa Indonesia adalah kreativitas yang memang sulit diproyeksikan seperti jurus Tanpa Bentuk. Namun, argumen ini boleh saja dianggap ngawur. Untuk menjawab lebih gagah lagi terhadap sang Profesor, saya malah merindukan sosok Gus Dur.

Sembarangan. Sebagai bangsa kita layak tersinggung dengan kuliah umum sang Profesor itu, apalagi disampaikan oleh bangsa Australia yang punya sejarah sentimen negatif terhadap bangsa kita. Namun, ya wajar saja jika melihat kondisi Indonesia kini tidak dapat memproyeksikan kekuatannya karena kita masih disibukkan mengurusi banyak abdi negara dan lingkaran di luarnya yang memproyekkan sesuatu untuk kepentingan dirinya sendiri atau golongannya. Jadi, manusiawi jika kita bersabar dengan komentar tegak ini (bukan miring) sembari merenung dan introspeksi. Tidak perlulah kita memainkan lagu lama tentang kedigdayaan bangsa ini pada masa lampau, apalagi menyodorkan tokoh fiktif Pendekar Tanpa Nama karena memang bakal membuat bingung sang Profesor.

Untunglah ada Konsul Jenderal RI untuk Victoria dan Tasmania, Ibu Dewi Wahab. Bu Dewi katanya menyanggah pendapat Profesor dengan mengajukan sejumlah contoh keberhasilan diplomasi RI di berbagai isu internasional. Artinya, Indonesia cukup (bukan sangat karena kita senang dengan yang cukup) diperhitungkan dalam kancah perdebatan dan diplomasi internasional. Sang Profesor berkelit atau lebih tepatnya meminta hadirin kembali ke laptop. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun