Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Antara Biografi, Autobiografi, dan Memoar

1 April 2016   14:41 Diperbarui: 1 April 2016   15:42 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi biografi. Sumber: tes.com"][/caption]Menelusuri data daftar buku-buku best seller pada 3 April 2016 di New York Times Best Seller maka 4 di antara 10 buku dalam daftar tersebut adalah kategori kisah hidup seseorang. Buku semacam ini yaitu biografi, autobiografi, dan memoar dikategorikan oleh NY Best Sellers ke dalam buku nonfiksi.

Satu di antaranya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu buku I am Malala, sebuah autobiografi yang ditulis langsung oleh Malala Yousafzai bersama Christina Lamb. Malala adalah sosok gadis aktivitis peraih Nobel Perdamaian 2014 yang memperjuangkan kesetaraan pendidikan untuk anak perempuan. 

Ia tinggal di wilayah Pakistan yang mendapat pengaruh Taliban. Kisah hidupnya pun dramatis ketika dalam usia remaja ia ditembak oleh tentara Taliban. Namun, ajal belum berkenan menjemput Malala meski ia tertembak di kepala dan leher.

Malala kemudian dilarikan ke Inggris bersama keluarganya untuk mendapatkan perawatan. Keluarga ini, lalu mendapat perlindungan dari pemerintah Inggris dan tinggal di Birmingham. Semua jejak kisah Malala ini dapat ditelusuri dalam bukunya yang diterbitkan di Indonesia oleh Mizan.

Lewat buku semacam autobiografi inilah pembaca akan tahu bagaimana sebenarnya sejarah hidup seseorang, pemikiran-pemikirannya, serta fondasi hidup yang membentuk karakternya. Sewaktu mantan Presiden Soeharto mengeluarkan autobiografi yang dituliskan Ramadhan K.H., banyak orang Indonesia terkejut dengan kisah-kisah yang baru diungkap ke publik. 

Buku berjudul Soeharto: Pikiran, Tindakan dan Ucapan Sayamenjadi satu buku autobiografi yang menghebohkan pada zamannya. Salah satu yang menghebohkan tentang penjelasan Soeharto soal operasi petrus alias penembak misterius.

Apa sebenarnya perbedaan biografi, autobiografi, dan memoar? Perbedaannya tipis saja. Jika biografi adalah kisah hidup seseorang yang ditulis dengan sudut pandang orang lain, autobiografi adalah kisah hidup yang ditulis dari sudut pandang pemilik kisah langsung. 

Kadang autobiografi ditulis langsung oleh pemilik kisah atau orang itu sendiri, tetapi kadang karena keterbatasan waktu atau kemampuan menulis, pemilik kisah merekrut seorang penulis bayangan (ghost writer) atau penulis pendamping (co-writer). Baik biografi maupun autobiografi biasanya berisikan kisah hidup seseorang dari mulai awal kelahiran atau masa kanak-kanak hingga masa kini.

Berbeda dengan memoar yang biasanya memuat satu kisah atau peristiwa yang sangat penting pada diri pelaku. Contohnya buku Detik-Detik yang Menentukan karya B.J. Habibie yang juga membuat heboh pasca reformasi. Buku tersebut menceritakan peristiwa khusus ketika terjadinya reformasi dan pergantian pucuk kepemimpinan negeri ini. Buku ini menjadi heboh karena salah satu isinya menyinggung alasan Habibie mencopot Prabowo.

Demikianlah sebuah biografi, autobiografi, dan memoar disusun dengan suatu misi untuk mendokumentasikan perjalanan hidup atau pergulatan hidup seseorang dengan maksud tertentu. Banyak biografi, autobiografi, dan memoar yang mengejutkan karena pelakunya berani jujur membongkar perihal dirinya dan orang lain. 

Namun, ada juga buku-buku kisah itu yang tidak disampaikan secara jujur, bahkan cenderung menutup-nutupi kekelaman hidup seseorang. Karena itu, seorang penulis terkenal pernah berujar: Jika ingin mengetahui kebohongan seseorang, bacalah biografinya.Tentu saja kalimat tersebut bukan menggeneralisasi semua biografi/autobiogafi, melainkan sekadar menyindir mereka yang menyusun kisah hidup seolah tampak baik.

Mungkin itu yang terjadi dengan gejala penulisan buku kisah hidup menjelang pilkada, pileg, ataupun pilpres. Buku kisah hidup adalah citra yang perlu dipublikasikan kepada masyarakat luas. Citra itu harus dikemas sedemikian rupa sehingga mengundang simpati konstituen pemilih.

Saya teringat menuliskan soal ini karena sedang berada di Samarinda untuk satu tugas penulisan autobiografi seorang tokoh pengusaha di Kaltim ini. Buku kisah hidup seorang tokoh menjadi penting ketika di dalamnya termuat banyak pelajaran tentang hidup untuk generasi mendatang. Paling tidak ia bisa membagikan untuk anak, cucu, cicit/buyutnya pada masa kini dan masa mendatang.

Sayang, memang tradisi untuk membukukan kisah hidup, baik berupa biografi, autobiografi, maupun memoar belum menjadi budaya bagi banyak tokoh--di luar usaha membangun citra dan merek diri tadi. Banyak juga tokoh yang telah tiada tidak meninggalkan buku sehingga kisah hidupnya pun hanya hidup di ingatan dan obrolan orang-orang yang pernah mengenalnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun