Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menulis Efektif ala Jokowi

6 Juli 2015   07:00 Diperbarui: 6 Juli 2015   07:00 1805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ISU RESHUFFLE Kabinet Kerja memang hangat. Entah sebelum lebaran sebagai kejutan atau setelah lebaran pengumuman tersebut disampaikan. Namun, satu hal yang menjadi dasar penggantian pembantu Presiden itu adalah laporan self-assesment yang disampaikan 18 Juni lalu. Permintaan laporan itu sangat mendadak. Presiden hanya memberi waktu tiga hari bagi 34 anggota Kabinet Kerja seperti diungkap majalah Tempo, 29 Juni-5 Juli 2015.

Meski reshuffle memang menarik untuk dicermati, saya justru lebih tertarik pada laporan yang harus disiapkan para menteri itu. Pasalnya, Presiden Jokowi meminta laporan yang panjangnya hanya dua halaman A4. Jika para menteri itu menulis dengan jarak antarbaris 1,5 spasi, praktis hanya 600 karakter yang digunakan untuk menuliskan kinerja selama enam bulan secara rinci. Terbayang, para menteri itu sendiri atau lewat ghost writer-nya harus menggunakan kemahiran menulis efektif.

Substansi laporan harus mengandung tiga indikator, yaitu kebijakan kementerian, kelembagaan, dan serapan anggaran (Januari-Mei 2015). Laporan menyajikan data kuantitatif dan kualitatif sebagai materi pendukung.

Jika didesak dengan cara menulis laporan seperti itu, pastilah muncul laporan berbagai format--karena format standar tidak ditentukan.  Tenggat yang ketat dari pengumuman Senin dan harus diserahkan Kamis paling lambat pukul 15.00, tentu membuat para menteri itu kelimpungan juga. Seskab Andi Widjajanto membenarkan pembebasan format kepada menteri masing-masing. Alhasil, muncul format narasi, matriks kuantitatif dan kualitatif, infografik, dan kombinasi.

Bahkan, seorang Adrinof Chaniago yang dikenal produktif menulis juga dibuat repot dengan laporan seperti itu. Ia beralasan data yang harus disampaikan begitu banyak. Tidak kurang cerdas, Adrinof menulis laporan ringkas dalam bentuk pointer-pointer. Lalu, ia melampirkan laporan lain sebanyak 30 halaman. Ya, yang penting inti laporan dua halaman diselesaikan, penjelasannya ada di lampiran 30 halaman. Hehehe.

Namun, yang menarik menurut Seskab Andi, ada menteri yang menyajikan laporan secara kreatif dengan sehalaman infografik. Sayang menurut Tempo, Seskab merahasiakan siapa menteri tersebut. Nah, saya menduga, hanya menduga, itu bisa datang dari Mendikdasmenbud, Anies Baswedan.

Menulis laporan secara efektif memang salah satu kompetensi yang diharapkan para pemimpin kepada staf di bawahnya karena umumnya pemimpin tidak mau berkutat membaca laporan berhalaman-halaman, apalagi bagi mereka yang tidak punya waktu. Itu sebabnya pada laporan sering disiasati dengan adanya halaman ringkasan eksekutif (executive summary) yang tujuannya meringkas poin-poin utama dari sebuah laporan atau proposal. Ringkasan eksekutif tidak boleh lebih dari satu halaman.

Penulis laporan ringkas memang harus jeli melihat dan menyusun data-data yang tersedia. Meski semua data penting, tetap ada data yang paling penting dan menonjol untuk ditampilkan. Jika dahulu matriks kualitatif dan kuantitatif dalam bentuk diagram ataupun tabel cenderung ditampilkan, kini ada pilihan lebih apik yang disebut infografik. Secara sederhana, infografik bahkan dapat dibuat dengan aplikasi Powerpoint.

Intinya, keliterasian juga menjadi ujian untuk para menteri, terutama literasi dasar: membaca, menyimak, berbicara, dan menulis--tambahan lain adalah berhitung dan memperhitungkan serta mengamati dan menggambar. Literasi yang buruk bisa berakibat fatal bagi penilaian publik terhadap sang menteri. Laporan dua halaman ala Presiden Jokowi, di satu sisi menyadarkan kita betapa pentingnya penguasaan literasi.

Salam!

Bambang Trim, praktisi penulisan-penerbitan; penulis 150+ judul buku; Founder UWritinc.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun