Nah, program I-Lit Grant yang dibentuk setelah Indonesia menjadi guest of honour FBF 2015 hendaknya tidak hanya sekali terjadi dengan penggelontoran dana sekitar Rp11 M itu. Program ini mestinya ada kesinambungan setelah FBF 2015 dan pemerintah harus membentuk badan khusus seperti halnya ITBM yang juga mendorong semakin banyak generasi muda Indonesia untuk menulis dan menghasilkan karya-karya bermutu. Selama ini hanya Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) dan para penerbit sendiri saja yang berjuang memeriahkan industri literasi tanpa dukungan berarti dari pemerintah. Momentum FBF 2015 justru menjadi titik balik dari hal itu ketika pemerintah serius memberi panggung kepada para penerbit dan penulis untuk tampil.
Indonesia menjadi Negara Buku bukan isapan jempol sebenarnya. Data tahun 2014 dari Perpusnas RI menunjukkan angka pengajuan ISBN sampai pada kisaran 44.000 judul buku. Artinya, ada lebih dari 40.000 buku terbit dalam setahun, dan itu belum termasuk buku-buku yang terbit tanpa ISBN atau diterbitkan secara self-publishing. Potensi Indonesia dengan belasan ribu pulau dan beraneka ragam suku bangsa memang mengandung potensi konten luar biasa. Jika semua daerah rata menulis dan menerbitkan buku, bukan tidak mungkin terjadi ledakan karya. Namun, kini semua masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Dari 1.300 penerbit anggota Ikapi, 1.100-nya ada di Pulau Jawa. Ini juga membuat kejomplangan dalam berkarya.
Jadi, Indonesia Negara Buku sudah mendapatkan pengesahan di pameran buku terbesar sejagat 2015 ini. Namun, pembuktiannya kita lihat setelah DPR benar-benar mengesahkan RUU Sistem Perbukuan menjadi UU Perbukuan, lalu pemerintah mendukung penuh industri ini lewat kebijakan yang membuat orang mau dan mampu menerbitkan buku.
Â
Bambang Trim, praktisi perbukuan Indonesia; Ketua Kompartemen Diklat-Litbang-Informasi Ikapi; Penulis 150+ judul buku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H