Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

8 Model Writerpreneur dalam Cashflow Quadrant

21 Desember 2012   04:26 Diperbarui: 26 Juli 2022   08:28 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konsep Cashflow Quadrant dari Robert Kiyosaki masih relevan digunakan untuk mengenali berbagai model usaha writerpreneur (Pexels)

Masih ingat konsep Cashflow Quadrant dari Robert Kiyosaki? Konsep ini relevan juga digunakan untuk mengenali berbagai model usaha writerpreneur, terutama dalam tiga kuadran terakhir, yaitu self employee, business owner, dan investor.

Tidak dimungkiri bahwa di dalam bisnis ada tulisan dan di dalam setiap tulisan ada bisnis. Dalam praktiknya kemudian dikenal jenis tulisan fiksi, nonfiksi, dan faksi.

Selanjutnya, dikenal pula ranah tulisan mulai tulisan jurnalistik, tulisan bisnis atau kehumasan, tulisan akademik, tulisan hiburan, dan buku. Alih-alih sebagai sebuah profesi yang sunyi (ketika seorang penulis menghasilkan karya-karya mandiri), kemudian penulis juga menjadi profesi yang dapat dikembangkan sebagai jasa untuk perseorangan, penerbit, perusahaan nonpenerbit, dan pemerintah.

Akhirnya, penulisan-penerbitan menjadi bisnis yang meriah dan melebar ke mana-mana. Itulah kemudian memunculkan istilah writerpreneur—seorang penulis yang bermental pengusaha sehingga tidak lagi menunggu sebuah penerbit menerima karyanya. Writerpreneur bergerak aktif menjual jasa kemampuannya menulis dan menerbitkan.

Writerpreneur yang masuk dalam kuadran self employee yaitu writerpreneur yang bekerja secara solo untuk menangani berbagai proyek penulisan. Mereka adalah seperti berikut ini.

Ghost Writer, profesi penulis yang sering disebut dan dipadankan dengan kata penulis bayangan. Istilah ini memang mengacu pada pola kerja samanya yang seperti ‘hantu’. Seseorang atau sebuah penerbit/perusahaan merekrut seorang ghost writer demi membantu mewujudkan sebuah ide menjadi buku.

Ghost writer memang menjual jasa kemampuannya mengeksplorasi ide, lalu menuliskannya yang bagi seseorang tanpa pengalaman penulisan sulit sekali. Karena itu, banyak tokoh penting yang merekrut ghost writer. Bayaran mereka boleh dibilang tidaklah kecil karena bisa seharga mobil atau paling tidak seharga motor Kawasaki Ninja. Ghost writer dapat dibayar per halaman ataupun per proyek, bahkan ada juga yang menetapkan bayaran per kata dari naskah yang ditulisnya. Nama seorang ghost writer layaknya ‘hantu’ tidak akan disebut-sebut di dalam sebuah karya. Tentu dengan pola seperti ini seorang ghost writer lebih banyak bekerja sendiri.

Co-Writer merupakan profesi penulisan yang lebih sinergis dibandingkan ghost writer karena nama penulis akan dicantumkan di dalam karya setelah nama pemilik gagasan (author). Co-writer direkrut karena keahliannya menata tulisan sangat diperlukan, sedangkan sang pemilik gagasan tidak memiliki kemampuan atau waktu untuk menuliskannya.

Contoh kolaborasi penulisan yang panjang seperti ini adalah antara Jack Canfield dan Mark Victor Hansen dalam serial Chicken Soup. Co-writer biasanya mendapatkan imbalan berupa pembagian persentase royalti dari penulis utama.

Literary agent atau agen sastra, profesi yang jarang dilakoni orang-orang di Indonesia ini. Analogi kerjanya seperti manajer artis yang mengelola beberapa orang artis untuk ditawarkan dalam dunia entertainment. Literary agent mengelola atau mengageni beberapa penulis, membina mereka untuk menulis buku yang marketable, lalu menawarkannya ke berbagai penerbit mayor. Literary agent akan mendapatkan fee, biasanya dari persentase royalti yang diterima penulis.

Jadi, literary agent ini seperti promotor penulis. Lakon literary agent biasanya dilakukan oleh para mantan editor penerbit atau juga penulis profesional yang kemudian mendirikan agensi penulis. Karena itu, mereka dapat memberikan nasihat-nasihat terhadap para penulis untuk memperkuat naskahnya, termasuk juga mereka punya insting yang baik mengenali calon penulis bertalenta.

Book Publisist, ini juga profesi yang jarang terdengar di Indonesia yaitu profesi yang mendedikasikan dirinya untuk mengangkat sebuah buku ataupun beberapa buku dari penerbit atau dari seorang penulis/pengarang. Book publisist akan bekerja mengerahkan kemampuannya dalam komunikasi tertulis, termasuk public speaking. Tugasnya adalah melejitkan sebuah buku berikut penulis/pengarangnya hingga publik pun tertarik untuk membeli dan membaca buku tersebut. Tampaknya book publisist seperti seorang staf promosi, namun sebenarnya ia lebih dari itu.

Book publisist juga orang yang terampil menulis sehingga ia dapat mengendalikan blog ataupun web seorang penulis ataupun yang dikelolanya dengan tulisan-tulisannya yang memikat. Book publisist juga menguasai pola pemasaran gerilya (guirella marketing) sehingga ia pun piawai memanfaatkan media sosial di internet. Seorang book publisist bekerja berdasarkan kontrak dari penulis/penerbit dalam rentang waktu tertentu.

Kuadran selanjutnya adalah kuadran business owner ketika seorang penulis memutuskan mendirikan sebuah badan usaha dengan diperkuat tim layaknya sebuah institusi penerbit. Contoh mereka dalam kuadran ini sebagai berikut.

Book Packager boleh disebut sebagai perajin buku. Ini merupakan profesi yang menggabungkan keterampilan menggagas dan mengemas tulisan menjadi buku siap cetak atau tercetak. Book packager kadang bermitra atau merekrut para editor, layouter, desainer, dan ilustrator untuk menghasilkan buku pesanan maupun buku garapan yang kelak ditawarkan ke penerbit. Book packager dibayar secara flat fee (jual putus) dengan nilai jutaan, puluhan juta, bahkan ratusan juta per bukunya. Book packager menjadi sebuah bisnis yang menarik sampai kapan pun karena berhubungan dengan pengemasan konten. Book packager tidak terlalu bertumpu pada order dari klien, tetapi lebih mengandalkan produksi sendiri buku-buku. Buku-buku yang telah jadi, lalu ditawarkan kepada penerbit yang ingin mengakuisisinya.

Publishing Service mirip dengan book packager, namun cakupan jasa yang mereka tawarkan lebih luas hingga ke berbagai jenis dan ranah tulisan (termasuk yang bukan buku). Publishing service bertumpu pada order penulisan dari klien sehingga sangat tailor made dalam menyiapkan berbagai tulisan pesanan. Di dalam publishing service bekerja profesi lain, seperti editor, layouter, desainer, dan ilustrator. Mereka mendirikan usaha yang kadang memberi layanan all in mulai naskah, editing, tata letak, desain kover, bahkan hingga penjualan (buku).

Kuadran investor adalah kuadran paling tinggi ketika seseorang sudah berani menginvestasikan dananya untuk produk bernama buku. Lazimnya memang modal utama writerpreneur adalah intangible asset berupa ide-ide sehingga kalaupun menjadi business owner, modal mereka adalah seperangkat PC dan alat pendukungnya. Selebihnya adalah pekerjaan kreatif yang siap ditawarkan. Namun, begitu mereka menjadi produsen seperti buku, investasi cetak yang dikeluarkan lumayan besar. Contoh kuadran investor sebagai writerpreneur berikut ini.

Self Publisher yaitu penulis yang berani menginvestasikan dananya sendiri untuk mengemas dan memproduksi tulisannya sendiri, lalu menjualnya kepada khalayak. Boleh jadi investasi dapat melebihi satu judul buku. Di sinilah kemampuan penulis diuji untuk mengenali pasar dan bisa membalikkan modal penerbitannya dalam waktu yang singkat. Ia masih berinvestasi untuk karyanya sendiri, bukan untuk karya orang lain sehingga sebutannya adalah self publisher.

Publisher inilah yang kerap disebut sebagai penerbit dengan skala kecil, menengah, ataupun besar. Sebagai penerbit, seorang penulis sudah berani berinvetasi untuk menerbitkan karya dari penulis lain dan mengambil risiko jika gagal dalam pemasaran. Dana yang diperlukan mulai belasan hingga ratusan juta untuk memproduksi buku dan menyiapkan pemasarannya.

Itulah wujud dari para penulis (bahkan juga para editor) yang kemudian disebut sebagai writerpreneur karena mereka memiliki jiwa wirausaha dengan mental dan pola pikir pengusaha. Mereka dapat melihat blue ocean bisnis penulisan-penerbitan karena memang tidak mudah untuk dimasuki siapa pun. Semoga Anda dapat menjadi salah satu bagian dari kuadran tersebut. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun