Atau membandingkan dengan penulis buku best seller yang lain seperti Ippho Santosa dengan buku rezekinya dan terdorong hebat juga dari training-trainingnya. Jika ditanya langsung ke Elexmedia berapa orang penulis kayak Ippho, tentu tak sampai 10% dari seluruh penulis seperti itu.
Jadi, idealnya untuk standar hidup layak, penulis Indonesia harus mendapatkan berapa dari royaltinya? Kalau kita patok angka lebih kurang Rp5,6 juta (sesuai dengan rata-rata biaya hidup yang dikeluarkan BPS 2014), diperlukan penghasilan Rp67,2 juta per tahun.
Sebagian besar penulis buku pop tidak ada yang menyentuh royalti pada angka itu per tahunnya, kecuali penulis buku pelajaran. Saya sendiri mengalami hal itu dari menulis buku pelajaran. Itu pun saya harus menulis buku SD kelas I s.d. VI, royalti yang diterima lebih dari Rp100 juta pada tahun pertama dan kedua. Itu yang membuat saya mampu membeli rumah dan menghajikan ayah saya (tahun 2004-2005).
Kalau ditanya ideal, tentulah penulis Indonesia paling tidak harus berpenghasilan Rp120 juta per tahun atau Rp10 juta per bulan. Angka ini mungkin agak sulit dipenuhi industri perbukuan dan media mengingat pertumbuhan penulis di Indonesia juga kini pesat sekali, diikuti dengan pertumbuhan penerbit serta judul buku. Di satu sisi minat atau daya beli tidak naik secara signifikan.
Tahun 2013, TB Gramedia paling tidak menerima 2.700 judul buku baru setiap bulan. Sebagian besar judul-judul itu tidak mampu bertahan selama tiga bulan. Lewat dari rentang waktu tertentu (biasanya satu tahun), buku itu akan diobral dengan harga yang dramatis (50%-70% diskon). Penulis pun hanya mendapat “ampas” dari penjualan obral ini.
Writerpreneur Out of the Box
Dalam buku 5W + 1H Writerpreneur saya menyebutkan soal perlunya seorang penulis profesional untuk berpikir out of the box. Dia harus berpikir tidak hanya menggantungkan hidupnya dari menulis buku atau menulis untuk media, tetapi lebih dari itu ia harus memanfaatkan potensi lain. Di antara potensi itu adalah
- menjadi pembicara publik atau trainer;
- menjadi editor atau konsultan penulisan-penerbitan;menjadi penulis bayangan atau penulis pendamping.
Ya, lebih berpikir menjadikan keterampilan penulis sebagai jasa atau menjadikan menulis dan editing sebagai bisnis yang bisa ditawarkan kepada siapa pun. Kliennya bisa pemerintah, perusahaan, lembaga nirlaba, lembaga pendidikan, bahkan perseorangan. Hal ini yang juga saya lakoni sejak tahun 2008.
Sepengamatan saya rata-rata jasa yang dapat diterima seorang penulis untuk penulisan biografi/autobiografi adalah >Rp150.000,00 per halaman. Angka ini bisa melonjak naik sampai Rp500.000,00 per halaman. Jika buku yang disusun rata-rata 200 halaman, penghasilan yang diperoleh bisa mencapai Rp100.000.000,00.
Namun, jangan berdecak kagum dulu, penulisan biografi/autobiografi bisa memakan waktu lebih dari enam bulan, bahkan setahunan. Angka segitu memang layak. Lebih layak lagi jika seharga mobil baru kelas menengah. Pasalnya terkadang narasumber sulit menyediakan waktu atau data-data harus dikumpulkan dulu dari berbagai tempat.
Supaya bisa mengejar standar penghasilan penulisan tadi, tentu sang penulis pro harus mendapatkan pekerjaan dengan nilai di atas Rp20 juta paling tidak untuk enam pekerjaan. Produktivitas menjadi tantangannya, termasuk kecepatan penulisan. Satu lagi tentu adaptasinya terhadap industri jasa penulisan itu sendiri terkait deadline dan metode penulisan.