Mohon tunggu...
Bambang Syairudin
Bambang Syairudin Mohon Tunggu... Dosen - (Belajar Mendengarkan Pembacaan Puisi) yang Dibacakan tanpa Kudu Berapi-Api tanpa Kudu Memeras Hati

========================================== Bambang Syairudin (Bams), Dosen ITS ========================================== Kilas Balik 2023, Alhamdulillah PERINGKAT #1 dari ±4,7 Juta Akun Kompasiana ==========================================

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sekelebat Cerpen: Mbah Ramal

10 April 2024   10:00 Diperbarui: 10 April 2024   10:06 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi merupakan dokumen pribadi 

Sekelebat Cerpen | Mbah Ramal

Mbah Ramal tinggal di suatu dusun terpencil yang hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Dusun tersebut terletak di puncak bukit yang dikenal dengan nama Bukit Pegat. Hanya ada dua rumah. Rumahnya dan rumah menantunya. Untuk bertamu harus dilakukan pagi hari karena membutuhkan waktu setengah hari pulang pergi. Kecuali kalau mau bermalam di rumah Mbah Ramal, maka bisa berangkat siang hari dan akan sampai petang hari. Tak ada penerangan listrik di sepanjang jalan menuju puncak bukit dan di rumah Mbah Ramal. Kalau malam gelap gulita, kecuali pada saat malam bulan purnama.

Para tamu yang urusannya tidak mendesak namun penting, umumnya datang pada malam bulan purnama. Tetapi para tamu yang urusannya sangat mendesak dan sangat penting, akan datang pada jam berapapun baik siang maupun malam hari dengan membawa sarana penerangan yang canggih, dengan lampu LED yang sangat terang dan tahan lama karena ditenagai kapasitas batere yag lebih dari cukup.

Ada urusan apakah sehingga mereka bersusah payah berjalan kaki menaiki bukit untuk bertemu Mbah Ramal?

Mereka yang datang bertamu ke Mbah Ramal umumnya sangat percaya pada hasil ramalannya Mbah Ramal. Sebagian besar dari mereka percaya karena tidak ada satu pun hasil ramalan Mbah Ramal yang meleset. Barangkali ini yang menyebabkan munculnya nama panggilan Mbah Ramal dari nama aslinya yang bernama Romli. Panggilan tersebut semacam gelar dari mulut ke mulut yang diberikan oleh mereka karena kehebatannya Mbah Ramal dalam meramalkan.

Mbah Ramal juga tidak mau menerima upah dalam bentuk uang. Beliau hanya mau menerima berupa garam, beras, dan minyak tanah dengan jumlah seikhlasnya yang memberi. Tidak memberi juga tidak apa-apa, tetap akan dilayani dengan baik oleh Mbah Ramal.

Ramalan apakah yang membuat para tamunya ingin sekali mengetahuinya?

Ramalan tentang kapan waktu kematian diri tamu tersebut.

Mbah Ramal tidak mau meramalkan waktu kematian selain waktu kematian dari yang menanyakan. Mbah Ramal juga tidak mau meramalkan selain waktu kematian. Jadi hanya pertanyaan yang berkaitan dengan waktu kematian saja yang akan beliau jawab. Itu pun tentang waktu kematian dari yang menanyakan. Selain itu beliau tidak akan bersedia meramalkan. Kata beliau hanya itu kemampuannya atau ilmu yang dimiliki atau dititipkan kepada beliau. Kemampuan atau ilmu yang dimiliki itu pun juga sangat terbatas hanya boleh menyebutkan angkanya saja. Tidak dibekali ilmu untuk menyebutkan jam, hari, minggu, atau tahunnya. Tetapi hanya angkanya saja. Tentang berapa lama lagi sisa waktu hidupnya, Mbah Ramal menyerahkan kepada tamunya untuk memikirkan, merenungi, dan mencari tahu sendiri.

"Permisi Mbah, kalau berkenan mohon saya dan istri saya diramalkan kapan meninggalnya, Mbah?"

"Monggo mendekat ke sini, Nak, kamu dan istrimu"

"Sepurone (mohon maaf), Mbah...istri saya tidak ikut tapi sudah titip pesan untuk diramalkan, Mbah"

"Sepurone, Nak...Mbah tidak bisa meramalkan orang titipan"

"Baik, kalau begitu saya saja, Mbah......nanti lain waktu kalau saya diberi umur panjang akan saya ajak istri saya ke sini"

"Sini mendekat ke Mbah, Nak"

Setelah tamu tersebut duduknya mendekat ke Mbah Ramal (Lutut kiri tamu menempel pada lutut kanan Mbah Ramal, lutut kanan tamu menempel pada lutut kiri Mbah Ramal), kemudian Mbah Ramal bertanya kepada tamu tersebut.

"Akan digunakan untuk apa, Nak kalau sudah tahu waktu kematianmu?"

"Untuk semakin mendekatkan diri ke Gusti Allah, Mbah"

Kemudian Mbah Ramal, meletakkan tangan kiri Mbah Ramal di pundak kanan tamunya, dan meletakkan tangan kanan Mbah Ramal di pundak kiri tamunya, kemudian beliau memejamkan mata agak lama sehingga suasana menjadi hening sekali. Para tamu lainnya juga ikut hening sebagai saksi yang menyaksikan prosesi ramalan Mbah Ramal.

"Sisa hidupmu tinggal tujuh, Nak" Ramalan Mbah Ramal memecah keheningan.

"Tujuh apa, Mbah?...hari, bulan, atau tahun, Mbah?"

"Sepurone, Nak...Mbah hanya bisa meramalkan angkanya saja, silahkan tentang hari, bulan, dan tahunnya, dipikirkan, direnungkan, dan dicari tahu sendiri ya Nak?"

"Inggih, Mbah...matur nuwun, Mbah"

Demikian prosesi yang sama untuk tamu-tamu berikutnya yang memang ingin diramalkan. Tamu pertama diramalkan dengan angka 7, tamu kedua diramalkan dengan angka 15, dan tamu ketiga diramalkan dengan angka  1. Sedangkan tamu keempat dan kelima tak jadi meramalkan waktu kematiannya dengan alasan masih takut dan belum siap.

Apakah semua angka yang ditunjukkan kepada para tamunya ini, terbukti?

Jawabannya adalah dua dari tiga tamu yang diramalkan Mbah Ramal sudah terbukti. Tamu pertama yang diramalkan dengan angka 7, sudah meninggal 7 hari setelah bertamu ke Mbah Ramal. Tamu kedua yang diramalkan dengan angka 15,  sudah meninggal 15 hari setelah bertamu ke Mbah Ramal. Tamu ketiga yang diramalkan dengan angka 1, masih hidup.

Begitu mengetahui dua temannya sudah meninggal persis sesuai angka yang diramalkan Mbah Ramal, maka tamu ketiga ini ingin datang lagi ke rumah Mbah Ramal untuk menanyakan lagi ke Mbah Ramal terkait angka hasil ramalan yang baru.

Kalau tamu ketiga ini bertamu yang kedua kali setelah 20 hari dari bertamunya yang pertama kali, maka angka berapakah yang akan diramalkan oleh Mbah Ramal?

Namun, jika tamu ketiga ini bertamu yang kedua kali setelah 1 bulan dari bertamunya yang pertama kali, maka angka berapakah yang akan diramalkan oleh Mbah Ramal?

Apakah dua jawaban untuk dua pertanyaan di atas tadi masih menunjukkan tafsir yang sama untuk angka 1 hasil ramalan Mbah Ramal?

(mbah ramal, 2024)

Mbah Ramal atau Romli, bukan nama sebenarnya.

Sekelebat cerpen ini dirangkai dengan cara singkat dan sangat sederhana untuk menceritakan tentang Mbah Ramal. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun