Sekelebat Cerpen | Melarikan Indah
Sesuai dengan janji yang telah saya sepakati. Mengantarkan Indah berziarah. Berziarah ke makam Ibundanya tercinta. Menghubungkan kerinduan dengan berdoa. Mendoakan almarhumah Ibundanya tercinta semoga senantiasa dalam naungan kasih sayang Gusti Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ditempatkan di Sisi-Nya, tempat peristirahatan yang damai sejati.
Makam Ibundanya Indah tidak jauh dari tempat sekolah Indah ketika menempuh pendidikan di SMP Muhammadiyah Pekajangan. Kemudian diteruskan ke jenjang SMA di SMA Negeri Pekalongan yang terkenal dengan sebutan SMA Kartini. Dari SMA Negeri Pekalongan kemudian Indah melanjutkan ke Perguruan Tinggi di Bandung dengan mengambil Bidang Ilmu Akuntansi. Di Kampusnya Indah inilah awal takdir saya dipertemukan dengan Indah.
Kami berziarah ditemani empat keponakan kesayangannya Indah. Kami berenam masuk ke dalam makam dengan membawa enam bungkusan kembang untuk ditaburkan di atas Pusara Ibundanya Indah. Juga membawa beberapa botol air serta sapu kecil untuk membersihkan makam sebagai tanda bakti dan hormat kami kepada beliau yang sudah melahirkan, merawat, dan membesarkan Indah.
Sejak memasuki pintu gapura makam hingga di depan pusara Ibundanya, Indah terlihat diam dan sepertinya berusaha membendung rasa duka citanya yang sangat mendalam. Kemungkinan di dalam hatinya masih dipenuhi kesedihan yang sangat mendalam. Lebih-lebih lagi apabila Indah mengenang masa kecilnya sebagaimana yang pernah diceritakan Indah bahwa masa kecilnya Indah sangat bahagia bersama mendiang Ibundanya tercinta yang kini sudah tiada.
Sepertinya tidak hanya saya yang merasakan diamnya Indah. Empat keponakannya Indah juga merasakannya, terbukti dari diamnya mereka yang ikut larut bersama diamnya Indah. Padahal biasanya mereka selalu saling bercanda.
Tapi kali ini mereka merapat diam di belakang dan di samping kiri dan kanannya Indah dengan tangan yang tak mau lepas dari Indah.
Indah menangis tersedu-sedu sambil mengucapkan kalimat dengan sangat lirih sehingga saya tidak bisa mendengarkannya dengan jelas.
Saya selesai berdoa lebih awal yang saya tutup dengan membacakan Surat Yasin. Kemudian saya isi waktu saya dengan menunggu dan memberikan waktu untuk Indah sampai Indah merasa benar-benar puas mencurahkan rasa rindunya kepada Ibundanya tercinta.
Tiba-tiba Indah jatuh tersungkur di atas pusara Ibundanya. Melihat kejadian tersebut segera dengan sangat cepat saya menolong mengangkat tubuh Indah. Semua keponakannya Indah serentak menangisi keadaan Indah yang masih memejamkan mata.
Dari arah sudut makam dua juru kunci makam berlarian mendekat ikut membantu membawa masuk ke dalam kendaraan.
Dengan masih diiringi tangis semua keponakannya Indah, cepat-cepat saya melarikan Indah ke rumah sakit terdekat.
Tak henti-hentinya saya terus memanjatkan doa semoga Indah bisa segera kembali pulih seperti sedia kala.
(melarikan indah, 2024)
Sekelebat cerpen ini dirangkai dengan cara singkat dan sangat sederhana untuk menceritakan tentang Melarikan Indah. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H