Mohon tunggu...
Bambang Syairudin
Bambang Syairudin Mohon Tunggu... Dosen - (Belajar Mendengarkan Pembacaan Puisi) yang Dibacakan tanpa Kudu Berapi-Api tanpa Kudu Memeras Hati

========================================== Bambang Syairudin (Bams), Dosen ITS ========================================== Kilas Balik 2023, Alhamdulillah PERINGKAT #1 dari ±4,7 Juta Akun Kompasiana ==========================================

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sekelebat Cerpen: Indah (2)

19 Februari 2024   20:00 Diperbarui: 19 Februari 2024   20:07 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekelebat Cerpen | Indah (2)

Isyarat apakah itu?

Isyarat dua jari kelingking disilangkan.

"Ok siap!...hehehe," saya tersenyum, sambil menyerahkan hape saya ke Indah.

Indah pun demikian menyerahkan hapenya ke saya.

Saya memegang hapenya Indah.

Indah memegang hape saya.

Kemudian, Indah mematikan hape saya lalu ditaruhnya di atas meja.

Saya pun mematikan hapenya Indah dan saya taruh di atas meja.

Demikian "ritual" berupa isyarat dua jari kelingking yang disilangkan ini selalu kami lakukan setiap kami sedang bersama. Dilatarbelakangi oleh prinsip: "Dekat" yang mendekatkan "yang Dekat", bukan "Dekat" yang menjauhkan "yang Dekat".

Kenapa prinsip itu kami sepakati, tentu ada alasan yang mendasarinya.

Memang di awal-awal menerapkan prinsip itu, banyak yang protes tentang hape yang tak bisa dihubungi. Protes kenapa kok hapenya dimatikan. Protes dari keluarga, takut kalau telah terjadi apa-apa, dan masih banyak protes atau keluhan lainnya, yang inti maksudnya sama.

Tapi lama-lama, ternyata mereka yang protes bisa memaklumi dan bisa menyimpulkan sendiri.

Sebagai contoh, teman-temannya Indah yang juga teman-teman saya akhirnya bisa secara tepat menebak dengan menggunakan rumus "jika-maka". Jika hape saya dan hape Indah tak bisa dihubungi, maka itu tandanya saya dan Indah sedang bersama.

"In, kok Mas Bambang nggak diambilkan minum?" terdengar suara Ibunya Indah dari ruang tengah.

"Inggih (iya), Bu." sambil berdiri dari tempat duduknya, Indah berbicara lirih ke saya.

"Kok Ibu sudah tahu namamu, Mas? Padahal saya nggak pernah cerita tentang Mas Bambang ke Ibu."

"Mosok?"

"Iya, nggak pernah!....dan kebiasaan ibu saya, juga nggak pernah menanyakan nama tamunya terlebih dahulu dengan alasan supaya tidak menyinggung"

"O begitu ya In?!."

"In..." Ibunya Indah kembali memanggil.

"Iya, Bu....sebentar."

Indah kemudian masuk ke ruang tengah dan keluar sudah membawa nampan berisi beberapa jenis jajanan  dan beberapa botol AMDK ukuran 600 mL.

Sambil mengunyah jajanan yang disuguhkan oleh Indah, batin saya merasa sangat senang karena Indah meskipun sebagai anak tunggal dan juga yatim, telah benar-benar sangat disayangi tidak hanya oleh Ibunya, tapi juga oleh keluarganya, terbukti dari riang gembiranya keponakan-keponakannya Indah setelah diberitahu kehadirannya.

Tentu batin saya bisa membayangkan betapa tabah dan sabarnya Ibunya Indah.

Sabar dalam menahan rindu untuk bisa bertemu anak semata wayangnya yang merantau kerja, jauh dari kampung halamannya.

Batin saya terharu dan mendoakan Indah, semoga sepanjang hidupnya selalu disayangi dan tak ada yang menyakiti hatinya.

Tiba-tiba.

"Mas, tadi pas saya di ruang tengah, Ibu bertanya ke saya, Mas." Suara Indah mengagetkan kekhusukan batin saya, meskipun suara Indah sengaja dikecilkan agar tak terdengar dari ruang tengah.

"Beliau bertanya apa, In?"

"Ibu bertanya apakah Mas Bambang pacar saya."

(indah (2), 2024)

Sekelebat cerpen ini dirangkai dengan cara singkat dan sangat sederhana untuk menceritakan tentang Indah (2). Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun