Sekelebat Cerpen | Bertemu dengan Diri Sendiri (4)
Sambil menepi di pinggiran rel kereta api, otak dan hati Trimo mencoba mengawinkan makna  "terus lurus ke barat" dengan makna "ke barat tapi harus selalu membawa serta utara, selatan dan timurnya". Lalu ia pun menuju lelap dijemput oleh keletihan badan dan jiwanya yang telah dipaksanya (dipaksa oleh Trimo) untuk berjalan seharian.
Di dalam keterlelapannya yang masih pulas itu Trimo dibangunkan kesadarannya oleh sesuatu yang menyengat dirinya disertai suara perulangan kata berkali-kali, kadang lirih kadang keras sekali.
"Bangun"
"Bangun"
"Bangun"
"Bangun"
"Bangun"
Hingga Trimo pun bangun sekaligus melompat kaget. Kaget karena melihat yang membangunkan dirinya itu adalah MATA. Mata yang mengaku sebagai mata sejati dari dirinya. Dengan perkataan lain, mata Trimo dipertemukan dengan mata sejatinya. Mata bertemu mata.
Perbedaannya adalah matanya selama ini tidak bisa bicara, sedangkan mata yang telah menemuinya ini bisa bicara membangunkan kesadarannya, membangunkan penglihatannya.
Perbedaan lainnya adalah matanya selama ini dibatasi oleh obyek yang bisa dilihatnya saja, sedangkan yang tak mampu dilihat dianggapnya tak ada. Sedangkan mata sejatinya memiliki kemampuan melihat dalam keserentakan timur barat utara selatan, masa lalu kini dan masa depannya, depan belakang kiri kanan atas bawah, karena kemampuan mata sejatinya ini terbimbing oleh hidayah.
(bertemu dengan diri sendiri (4), Â 2023)
Sekelebat cerpen ini dirangkai dengan cara singkat dan sederhana untuk menceritakan tentang Bertemu dengan Diri Sendiri (4). Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!