Mohon tunggu...
Bambang Syairudin
Bambang Syairudin Mohon Tunggu... Dosen - (Belajar Mendengarkan Pembacaan Puisi) yang Dibacakan tanpa Kudu Berapi-Api tanpa Kudu Memeras Hati

========================================== Bambang Syairudin (Bams), Dosen ITS ========================================== Kilas Balik 2023, Alhamdulillah PERINGKAT #1 dari ±4,7 Juta Akun Kompasiana ==========================================

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sekelebat Cerpen: Pada Awalnya Bejo (6)

9 Oktober 2023   07:00 Diperbarui: 9 Oktober 2023   08:30 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekelebat Cerpen | Pada Awalnya Bejo (6)

Pasar Karangketug pagi-pagi sudah ramai. Ramai bukan karena banyak pembeli. Tapi ramai karena para pedagangnya berkerumun memperbincangkan meninggalnya Ibu Wilujeng, istrinya Pak Slamet.

" Meninggal karena apa?"
"Tidak tahu".

"Ini saya barusan dapat kabar, meninggalnya sehabis sholat subuh tadi, tapi katanya tanpa tanda-tanda sakit".

"Iya, kemarin sore juga masih kelihatan sehat dan semangat sekali melayani para pembeli mracangannya".

Sementara pemilik tetangga warung Ibu Wilujeng  menimpali, " ia sempat bilang ke saya katanya kangen banget sama anak bungsunya yang bernama Syukur".

" Kemana ya Bu, kok Syukur lama nggak kelihatan?".
Tema pembicaraannya bergeser tentang Syukur.

"Loh, belum tahu ta, kalau Syukur sekarang sudah tak di sini lagi; dipupu sahabat karibnya Pak Slamet di Suryalaya".

" Sudah dikabari belum kalau Ibunya meninggal?"
"Ya pasti sudah, mosok anak kandungnya nggak dikabari?!".

Kemudian ada satu orang yang coba mengingatkan.
" Ayo-ayo daripada ngobrol di sini, kita takziah bareng ke rumah Ibu Wilujeng".

"Akan dikuburkan jam berapa?".

Tak ada yang bisa menjawab.

Pasar Karangketug tiba-tiba sejenak senyap.
Senyap dalam duka sahabat-sahabat pedagang pasar.

Tapi barangkali ada gemuruh riuh dalam dialog batinnya masing-masing: kapan gilirannya untuk menyusul ke alam sana?

(pada awalnya bejo (6), 2023)

Sekelebat cerpen ini dirangkai dengan cara yang sederhana untuk  menceritakan tentang Pada Awalnya Bejo (6). Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun