Mohon tunggu...
Bambang Syairudin
Bambang Syairudin Mohon Tunggu... Dosen - (Belajar Mendengarkan Pembacaan Puisi) yang Dibacakan tanpa Kudu Berapi-Api tanpa Kudu Memeras Hati

========================================== Bambang Syairudin (Bams), Dosen ITS ========================================== Kilas Balik 2023, Alhamdulillah PERINGKAT #1 dari ±4,7 Juta Akun Kompasiana ==========================================

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Monolog 7: Benci dan Cinta

1 Juni 2021   19:00 Diperbarui: 1 Juni 2021   19:00 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Monolog 7: Benci dan Cinta

Anakku, seandainya engkau pernah merasa membenci, tentu engkau pernah pula merasa mencintai.
Dan jika engkau pernah merasa mencintai, tentunya, engkau pernah pula merasa membenci. Mengapa engkau tiada bisa membenci tanpa mencintai, dan mengapa engkau tiada bisa pula mencintai tanpa membenci ?

Renungkanlah itu, anakku. Dari mana sumber benci, dan dari mana sumber cinta. Niscaya sumber semua itu berasal dari dirimu sendiri, yakni dari kesadaranmu, anakku. Kenapa engkau membenci, dan kenapa pula engkau mencintai ? Niscaya itu semua, karena engkau tidak rela menyerahkan kesadaranmu. Tepatnya, karena engkau belum menyerahkan dirimu, alias engkau masih merasa memiliki dirimu. Untuk kepentingan siapa engkau membenci, untuk kepentingan siapa engkau mencintai, kalau bukan untuk kepentingan kesadaranmu, atau untuk kepentingan realitas dirimu sendiri, anakku.

Fia, anakku, jika engkau pernah membenci ayahmu, atau membenci ibumu, ketahuilah, bahwa ayahmu ada dalam dirimu, juga ibumu ada dalam dirimu. Demikian pula jika engkau mencintai ayahmu, atau mencintai ibumu.

Ingatlah anakku, benci dan cinta itu, hakekatnya semu belaka, hakekatnya adalah maya.
Kalau memang engkau tidak bisa menghindarinya, berserahlah kepada Tuhanmu. Kembalilah kepada perjumpaanmu, kepada kesunyianmu. Karena hakekat benci dan cinta itu tidak ada, yang ada adalah realitas kesadaran mayamu, yang memunculkan gelombang cinta, dan gelombang benci. Apakah engkau ingin larut di dalamnya ? Terserah engkau, anakku. Kalau engkau larut, maka duka gembira, sedih dan senang, akan selalu menghadangmu, anakku.

Filasafia Marsya Ma’rifat, anakku, kelak didiklah anak-anakmu bukan dalam spektrum benci dan cinta, tapi didiklah anak-anakmu dalam spektrum hakekat keberadaan benci dan cinta itu sendiri. Untuk itu yang utama dan yang pertama adalah, ajarilah, anak-anakmu tentang hakekat persaudaraan dan kesetaraan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun