Â
berkelok naik mendadak
bersama nafasmu
yang juga  makin menanjak
dari  simpang dago itu
ke kiri terus ke cipaganti
aku ajak engkau ikuti
sejuknya semburan cita hati
sampai di ledeng setiabudi
galah riangmu terus menghiasi
di sepanjang jalanan ini selalu saja  ada
setiamu yang tlah  engkau tempelkan
pada setiap puncak puncak gapura
naikkan tawa candamu kesana
hingga  ke tepi tepi  selokan kolam karangsetra
seketika engkau teriakkan bisikanmu: bams aku cinta padamu!
dan arus ledengpun langsung macet di  pagi hari
di belokan itu dekat gundukan batu
engkau katakan betapa inginmu
melihat singgasana bintang siang hari
sambil engkau arahkan hidungmu ke pipi
kubahnya bosscha yang terselimuti
putih kabut manjamu
seketika engkau teriakkan kata janjimu: bams aku cinta padamu!
dan serentak bunyi klaksonpun engkau pencet berkali-kali
ditengahnya perempatan lembang ke maribaya
engkaupun mulai ragu memilih jalanmu
karena disana engkau aku engkau aku
engkau aku engkau aku pernah bertemu
di kelilingi kembang nostalgi warna warni
di situ engkau aku engkau aku tak perduli
pada kerumunan orang yang mencermati
tapi  engkau bilang tak ada siapa siapa lagi
yang lain biarkan saja mengada disini
jangan kita anggap ada mereka ini
hanya engkau aku saja yang ada sejati
begitulah rayumu sambil menangisi
semua kenanganmu sendiri
dan akhirnya mulai saat itu
menjadi sering seringkali
engkau teriakkan kata kata indahmu :
bams aku cinta padamu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H