Di senja tadi, kereta tepat berangkat. Menuju ke kota tujuan. Selimut sudah disiapkan . Tinggal memastikan penjemputan di sana. Badan masih hangat, belum layu ditusuk kedinginan lama.
Dalam sebuah perjalanan, tentu sudah ditetapkan persinggahan. Tapi karena perjalanan malam, hanya terlihat gelap dan kemilau bintang. Saat mata terpejam, suara gesekan rel menggoyang angan. Meliuk-liuk dalam kecepatan terukur. Menepati waktu yang tak pernah terlambat mulur.
Kereta api tetap melaju saat terjadi sesuatu. Diturunkan di tengah perjalanan untuk mendapatkan perawatan. Tapi takdir sudah tersurat. Ini saatnya kembali ke asal untuk didekap.
Berkereta api dalam lintasan malam. Mungkin saja berhenti di tengah perjalanan. Tak terbayangkan bahwa itu stasiun pungkasan. Takdir suratan tlah ditentukan Tuhan. Dunia adalah tempat singgah, bukanlah tempat tinggal.
"Kang penting dudu sepira suwene anggonmu urip, nanging sepira becike nguripi urip. Quam bene vivas, non quam diu refert".
Dan suratan takdir pun ada yang harus terhenti. Ada pula yang masih diberi waktu untuk memantapkan kewajiban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H