Walau sangat dekat, detik jarang memerhatikan detak. Apalagi kala merasa sehat, sepertinya tak hendak untuk melihat. Saat berjumpa dan berpisah pun, tetap dibiarkan berkelibat. Barulah setelah air mata hangat mengalir pelan di pipi, terasa hidup semakin dingin dan hampa ingin.
Detik dan detak kadang tiada yang memandang. Keberadaannya makin renta karena uzur. Peninggalan stalagtit dan stalagmit di gua, jika dipukul, akan melahirkan nada indah gelisah. Seperti mencari pendengar yang sedang berburu kisah.
Menghayati eksistensi mereka, lebih pas bila sedang mabuk cinta. Mendung bukanlah penyebab murung. Hujan malah terasa sangat menawan. Nada asmara tak henti menggoda.
Fals tak soal, jika sedang nyanyi berdua saja. Simphoni selaras, makin menyangatkan aroma bunga cinta.
Jejak bunga terkadang misterius. Tak apa jika seringkali berusaha mengendus. Perburuan itu asyik jika masuk ke ruang warna . Tak peduli terhadap ujung musim, yang mulai rajin mengugurkan hijau daun. Gairahnya tersesat di bayang cahaya putih.
Berilah kesempatan kepada detak dan detik untuk mulai peka terhadap rasa takut. Karena rasa takut itu mampu memberi sayap kepada kaki, agar lebih leluasa terhadap pilihan hinggap.