Memberi pujian, sungguh berat nian. Lebih mudah kiranya, melakukan hujatan atau ujaran kebencian.
Jempol itu sekeluarga dengan telunjuk dan kelingking. Sebagai ibu jari, ia ditugasi untuk memberi apresiasi. Ini tugas berat, lebih sulit dibanding memuji diri sendiri.
Jempol itu keren. Membebaskan diri dari rasa tergadai. Semakin tulus dalam memuji, aura jempol makin bersinar murni. Jauh dari pemerah bibir, atau "abang-abang lambe", yang terkesan nyinyir.Â
Jempol pun malang melintang sebagai kiat berdagang.
Jempol itu keren. Bebas lepas dari keadaan tergadai. Walau sudah berwujud manusia, kita masih harus belajar menjadi manusia. "Learn to be human". Bebas dari rasa tergadai. Pasrah tapi tetap perkasa, dalam segala cuaca.
Jempol itu keren. Tidaklah tamak seperti monster yang berkaki besi. Melahap bumi, menguras laut, tiada henti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H