Datang dan pergi, itu sepasang. Terbit dan tenggelam, pun demikian. Mentari juga selalu begitu. Berputar dalam suasana ritmis yang tenang.
Datang tampak muka, pergi tampak punggung. Ramah terbuka, tulus hatinya. Tiada udang di balik batu. Sembunyikan tangan, agar tak tahuÂ
Motif seseorang selalu tersembunyi. Tersimpan dalam, apa pun bisa terjadi. Hitam dikatakan putih. Putih dikatakan hitam. Di dalamnya tersimpan bara dendam.
Dendam kesumat, lupa bertindak terhormat. Ucapan kotor, mengalir digelontor. Tanpa harkat, tanpa martabat.
Hakikat hidup, berkisar pada cinta. Seperti kehidupan pohon, yang ikhlas saling bersandar. Terutama saat sedang luka bergesekan. Sesekali memang terdengar rintihan, karena sedang ditindih keperihan. Barusan luka berat sehabis ditebang orang. Dengan mengatasnamakan insan penyuka kebersihan.
Pergi tampak punggung, tinggalkan jejak baik, walau terselubung. Itu juga bagian dari citra yang agung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H