Di semilir minggu siang, gambang menitipkan merdu suara kayu. Lamat-lamat semakin pasrah.
Nadanya meniti bilah, duapuluh satu langkah. Sejinak lemah, kadang menguat untuk menunjukkan siapa aku.
Akulah kayu itu. Selangking, barlean, kalanggi, dan gembuk.
Di ujung waktu tersisa yang belum rampung, nada-nadaku beterbangan. Hilang satu per satu.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!